Pages

Monday, May 19, 2008

Sekolah Rumah


Tahun 2004 Liza lulus dari TK. Tidak seperti waktu dia berusia 3 th di mana saya berusaha mencarikan ‘sekolah’ yang cocok, saat ini saya begitu mantapnya untuk mengajar sendiri. Ya betul, karena saya merasa hanya saya yang bisa memberi pendidikan yang terbaik untuknya, apalagi jika dibanding segala macam pendidikan yang ada saat itu. Saya tidak gamang sedikit pun, walau saya belum tahu persisnya model sekolah rumah yang bagaimana yang akan saya buat untuk Liza. Saya bisa belajar, terutama tentu dari psikolog yang telah menjadi bagian dari kehidupan kami. Dengan bimbingan orang sehebat dia, dan segala macam yang telah, sedang, dan akan terus saya pelajari, tak akan ada orang lain yang lebih mampu mendidik Liza selain saya ibunya. Dan psikolog kami dengan gembira mendukung 100% !

Sebetulnya memang saya tak pernah berhenti mengajar Liza (+ Narti tentunya), sejak Liza bisa duduk. Hanya, waktu dia ‘sekolah’ di suatu ‘sekolahan’ , waktu yang saya pakai untuk mengajar adalah sore dan malam hari. Dengan berhentinya kegiatannya pergi ke suatu ‘sekolahan’ , waktu saya lebih leluasa, dari pagi sampai siang + sore sampai malam. Kami sungguh menikmati waktu-waktu belajar itu, di samping mengurus bayi Donna tentunya (yang saya tekadkan full ASI sampai 6 bulan dan diteruskan sampai 2 th, dan berhasil!). Ada selingan hari tertentu ada seorang terapis yang datang ke rumah. Kesibukan yang menyenangkan. Tidak ada perkembangan dari mereka yang terlewatkan oleh saya.

Sulitkah mengajar anak sendiri? Menurut saya semua orang bisa melakukannya, asal mau setia dengan komitmen awal ingin mengajar anak, jalan akan terbuka. Mungkin bisa diingatkan, bahwa sebetulnya latar belakang pendidikan saya tak ada hubungannya sama sekali dengan hal ini. Jadi menurut saya semua orang bisa melakukannya! Dengan mengajar, kita juga jadi banyak sekali belajar, bukan hanya dalam perkara ilmunya, tapi juga belajar bersabar, belajar mengerti orang lain dengan segala keterbatasannya, belajar untuk menjaga semangat agar tak rontok, dan masih banyak lagi.
Berikut ini filosofi sekolah rumah yang saya dapat dari psikolog Liza :
Child lead, sesuai kemampuan anak, proses bukan hasil, meaningful dan yang terakhir ‘pakai hati’.

Saat menyenangkan, kecuali pada saat ketemu orang ‘asing’ dan hampir selalu terjadi tanya jawab sebagai berikut :
“Anaknya di sekolahin di mana?”
“Sekolah di rumah”
“Datangin guru ?”
“Enggak. Saya sendiri yang mengajar”
Dan mulailah terjadi perubahan air muka. Ada yang menyatakan kekagumannya : hebat ya bisa melakukan itu semua sendiri. Yang masih lumayan baik biasanya melanjutkan dengan pertanyaan : pakai metode apa, dapat bahan darimana dst. Yang berubah agak masam melanjutkan menguliahi saya bahwa anak begini perlu sosialisasi dan bla.. bla.. bla.. Yang paling menjengkelkan ,ada juga yang jadi ‘emosi’ seakan-akan saya menelantarkan Liza : anak begini harus disekolahin , harus dikasih haknya dst.
Saya ngerti, mungkin memang mereka bermaksud memberi perhatian untuk Liza. Ketika stock kesabaran sedang ada banyak, saya bisa jelasin pelan-pelan. Tapi ketika terjadi puluhan kali, kadang ada rasa ‘bosan’. Paling gawat kalau stock kesabaran sedang habis, badan lagi kurang sehat (dll keluhan), yah.. ‘terpaksa’ kata-kata yang keluar dari mulut saya mungkin terdengar kurang enak. Kalau ada di antara pembaca pernah mengalami hal yang terakhir, dengan tulus saya minta maaf. Tak ada niat saya untuk menyakiti.

Banyak orang penasaran, apa sih yang diajarkan pada Liza ?
Buuanyaak sekali, sampai-sampai sebetulnya waktu yang ada tak mencukupi.
Misalnya berhitung. Bisa lewat mainan pura-pura memberi makanan untuk ‘binatang’ (saya buat dari karton dengan mulut menganga lebar) dalam jumlah tertentu. Atau bermain membentuk pola-pola tertentu. Permainan kartu domino pun bisa dipakai, atau ular tangga (saya buat sendiri supaya bisa terbaca Liza karena cukup besar, termasuk dadunya). Dan lain-lain.
Untuk bahasa, ada mengetik ulang buku cerita (di computer ber-keyboard khusus), ada pemahaman bacaan (reading comprehension), pemahaman gambar/menceritakan gambar, sequencing kartu , dll.
Untuk melatih Fine Motor : tracing, ‘menjahit’, bermain play dough, finger painting, bermain biji-bijian, dll.
Untuk Gross Motor : basket, meniti, lempar tangkap bola,dll.
Untuk Terapi Wicara : latihan-latihan yang pernah diberikan dulu oleh terapis wicaranya, tinggal diulang.
Ada juga mengenai hal sehari-hari , seperti : saya kumpulkan dus-dus bekas susu, cereal , botol bekas shampoo , yakult dll barang yang biasa Liza pakai, lalu saya buat “mini market”. Dan Liza bisa ‘belanja’ dengan uang betulan. Tujuannya adalah agar Liza mengenal uang (sempat kacau ketika terjadi perubahan ‘gambar’ uang baru), tahu fungsinya dan tahu nilai nominalnya.

Setiap bulan saya evaluasi sendiri, mana yang kurang mana yang sudah cukup, mana yang perlu diganti dengan tingkat yang lebih sulit/mudah. Juga saya berusaha mencari ide-ide baru agar tidak bosan. Dan setelah th 2005 tak ada terapis lagi yang datang ke rumah (menurut psikolog Liza, saya bisa menangani semuanya dengan baik).
Tiap 3 bulan sekali saya datang ke psikolog di bandung.

Waktu awal memulai sekolah rumah alias home school, saya belum memutuskan apakah nantinya Liza akan saya ikutkan ujian persamaan atau tidak. Lalu setelah berjalan beberapa saat saya memutuskan untuk tidak ambil ujian persamaan. Alasannya sederhana saja : membuang-buang waktu. Maksudnya, karena mengejar supaya bisa ikut ujian persamaan otomatis pelajaran yang saya ajar harus sesuai dengan bahan ujian persamaan, bukan disesuaikan dengan keadaan/kebutuhan Liza lagi. Padahal dengan keadaan Liza yang berkebutuhan khusus seperti ini akan sangat-sangat sulit baginya kalau harus berkompetisi dengan anak berkebutuhan normal. Jadi apa arti selembar ijasah bagi Liza (apalagi yang Cuma setara SD)? Dan berapa tahun waktu Liza akan terbuang percuma diisi dengan penjejalan/drilling bahan-bahan yang tak berguna untuk hidupnya?
Tanpa harus dibuktikan oleh selembar ijasah, Liza bisa membuktikan lumayan lancar baca tulis (di computer), bahkan tanpa bermaksud menyombongkan diri,Liza jauh-jauh lebih bagus dari anak DS yang saya lihat bersekolah di SLB.

Kami merasa sudah berjalan di arah yang benar.
Mengenai hal ini, ketika sedang mengemudi saya merenungkan hal ini:
Walau arah tujuan yang benar sudah kita ketahui, dalam perjalanan menuju ke sana kita tetap harus sering ‘meluruskan kembali kemudi’ agar tidak menyimpang dari tujuan. Di semua jalan yang ada, jalan tol sekalipun.
Selain senantiasa meluruskan kemudi agar selalu sesuai dengan arah yang kita tuju, kadang perjalanan kita melambat karena banyak lubang atau polisi tidur, atau ada orang menyeberang, atau ada kendaraan orang lain .
Sama seperti kehidupan kita sehari-hari, hidup bersifat dinamis (termasuk sekolah rumah yang saya selenggarakan).
Jangan takut untuk selalu meluruskan kemudi kembali tiap saat.

4 comments:

Andini Rizky said...

Menarik. Sudah lama ya Mbak... HS-nya? Senang sekali bisa kenalan dengan veteran.

https://drawingofmind.blogspot.com said...

mbak Andini, utk liza HS nya sudah berjalan lebih dari 7 th
tapi utk meng HS adiknya saya kok tak punya semangat spt ini lagi :(
saya sedang berjuang menyemangati diri, termasuk baca2 blog mbak Andini yg sangat lugas & mengena di hati

Anonymous said...

mba saya selalu baca blog mba ratna,, hampir tuntas saya baca semuanya,, mba boleh gak setiap langkah2 apa saja yang diajarkan ke Liza dan Dona di tulis dan dibagikan dalam blog ini,, apa saja pelajaran di sekolah rumah poin2 saja juga boleh (agar tidak ribet untuk mba ratna :D) bisa diklasifikasikan dalam rentang usia anak.. jujur mba saya ingin seperti mba ratna "hadir" untuk anak2nya, tapi saya tidak tau caranya,, dan bagaimana mengajarkan hal2 yg kreatif, mendidik sekaligus menggembirakan... makasih mba

https://drawingofmind.blogspot.com said...

Halo Zefatsani,
sebetulnya ada perbedaan yg besar dalam pembelajaran untuk Liza dan Donna, yg dikarenakan keadaan masing2 juga berbeda. Untuk Liza, dikarenakan perkembangannya yg sangat lambat (terutama motoriknya) sampai sekarang tahap beljarnya pun masih seperti anak TK dan awal SD.
Utk anak2 Balita, kita tidak perlu mengajarkan pendidikan akademis secara serius. Yg utama adalah bermain. Spt kita ketahui pendidikan yg terbaik ada di Finlandia, dan di sana anak2 hanya main saja sp usia 6-7 th. Bermainnya itu bisa berupa bermain rumah2an, bermain pura2, coret2 di kertas pakai crayon besar, aneka permainan tradisional . Dari situ anak dapat pelatihan motorik kasar halus sekaligus pemahaman bahasa & matematika.
Saya harap tidak membingungkan Ya Zefatsani :)
Kalau ada yg mau ditanyakan lagi dgn senang hati saya akan jawab, mgk bisa lebih leluasa lewat email saya ini surat.tuk.ratna@gmail.com
Makasih ya udah mau baca2 ^_^