Th 2001 pergi ke bandung pada hari jumat sore atau sabtu pagi bukanlah hal mudah . Untuk bisa lolos dari kota Jakarta saja butuh perjuangan tersendiri di tol dalam kota . Lalu disambut tol cikampek yang sampai padalarang bahkan masuk ke bandungnya , mobil jalan seperti sedang dalam parade. Kalau pas kena liburan HarpitNas atau libur sekolah , atau ada truk yang mogok aja misalnya, wah.. bisa sampai 5-6 jam baru nyampe. Mabok ,capek dan kesal pasti! Saya tak bisa membawa serta Narti PRT saya , karena dia tak tahan naik mobil ke bandung , bisa-bisa muntah sepanjang jalan . Alih-alih membantu saya , saya jadi tambah kerepotan karena harus ngurus 2 orang .
Terapi di sini di sebut Sensori Integrasi/SI , Liza start 17 februari 2001.
Kemudian kami coba rute lain (kebetulan tempat terapi ada di cipaku , di bawahnya Lembang). Kami coba lewat Subang , lebih jauh dalam jarak , tapi lebih sepi sehingga waktu tempuh bisa lebih pasti .
Pernah terjadi kami sudah sampai Lembang lalu Lizanya panas , yah apa boleh buat , pulang lagi ke Jakarta.
Jadi saya berterimakasih banget sama orang-orang yang sudah merealisasikan jalan tol cipularang.
Diagnosa dari dokter anak di sana :
-defensive tactile
-hypotone
-disphraxia, incl. oral motor
-oral exploring +
-poor balance & body perception
- hal-hal yang menarik untuk dia adalah yang memberi input tactile & proprioceptive
Lalu mei 2001 saya mulai konsul ke psikolog yang ditunjuk. Liza didiagnosa PDD Nos (termasuk keluarga Autis- lah ceritanya).
Dengan tambahan diagnosa tidak membuat saya sedih , karena akhirnya saya jadi tahu , ooh ini yang membuat Liza tidak koperatif karena memang tidak ada yang bisa memahaminya. Jadi Liza anak yang sungguh komplet , DS + hiperaktif + autis , 3in 1.
Dengan semua petunjuk dari psikolog semua yang tampak membingungkan dari Liza jadi jelas . Sampai sekarang kami masih konsultasi ke sana kira-kira 3 bulan sekali , plus mengkonsultasikan adiknya (sebagai sibling tentu dia juga banyak problem). Psikolog yang ini menurut saya sungguh luar biasa (walau itu memang mungkin karena profesinya) , tapi saya merasa dia adalah salah satu pelita utama di jalan hidup kami.
Th 2002 saya mengalami keguguran, janin 9 minggu. Saya pasrahkan ke Atas. Kalau memang belum waktunya …
Padahal saya sudah menjalani pemrograman dokter untuk kehadirannya (selama 2 th).
Lalu selanjutnya menjalani pengobatan alternative bersama para 2 orang muda (yang akhirnya kami jadi seperti sebuah keluarga besar), dengan disertai kepasrahan yang dalam ke Atas. Dia yang serba Maha , lebih tahu daripada saya , saya tak menarget atau menuntut apapun .
Dan th 2003 saya hamil lagi . Tapi prosesnya tak mudah, walau saya terima dengan lapang dada . Saya bed rest selama 3 bln,diberi penguat kandungan, dan yang paling menyakitkan adalah saya mesti disuntik di bagian perut selama kehamilan sampai melahirkan (karena darah saya mengental, dikuatirkan akan keguguran lagi).
Selama kehamilan saya tidak mengecheck sedikitpun janin saya , apakah dia Down’s Syndrome juga . Banyak teman yang menyarankan saya agar check sebelum usia kehamilan tertentu . Jawab saya adalah : Tidak! Bagaimanapun keadaan anak yang Tuhan berikan ke saya ini , akan saya terima dengan penuh cinta . Saya sudah minta kepadaNya : mohon diberikan anak yang terbaik untuk kami. Biarlah ukuranNya yang dipakai dalam mengukur ‘seberapa baik’.
Dan kalau saya check dan dia Down’s Syndrome , terus kenapa?
Apakah kita akan ‘buang’ dia ? Apa hak kita merampas haknya untuk hidup sedangkan kita bukan Sang Pemberi Hidup itu sendiri ?
Dan akhirnya 24 maret 2004 Donna (begitu panggilannya) , lahir. Dalam keadaan yang menurut saya benar-benar terbaik yang Tuhan berikan ke kami, syukur yang luar biasa besar kami ucapkan ! Dan saya juga berutang budi terhadap 2 healer yang mendampingi saya selama sebelum sampai sesudah melahirkan ,hanya Tuhan yang dapat membalaskan budi baik mereka.
Lalu kalau dibandingkan dengan Donna , berarti Liza bukan anak yang terbaik yang Tuhan beri kepada kami ?
Justru Liza adalah anak yang lebih hebat lagi, karena diatas segala kelemahannya ,dialah yang membuat orangtuanya ‘lebih dekat’ ke Atas, lebih ulet dan sabar dibandingkan sebelumnya , lebih open mind , lebih mau memahami orang lain. Bukan orang lain yang mengubah kami , tapi Liza!
Saya jadi teringat si dokter anak yang saya ceritakan di blog saya yang pertama (dan vonisnya). Saya jadi berpikir , jangan-jangan dia juga penyandang ASD/Autistic Spectrum Disorder alias autis . Karena, jangankan berempati pada saya , rasanya dengan kata-katanya itu untuk bersimpati saja mungkin sulit baginya . Ya sudah , saya sudah lama memaafkannya , dan sekarang ganti saya yang merasa bisa berempati padanya . Kenapa saya ungkapkan ini, untuk menunjukkan pada pembaca bahwa saya bukan termasuk autis ? Ha..ha..ha.. bisa jadi !
Selama proses-proses tadi , ketika saya tak bisa menemani Liza ke bandung , saya banyak dibantu oleh almarhum ibu saya (yang dukungannya pada saya tak pernah surut ,bahkan sampai ketika beliau dalam keadaan sakit parah pun), juga adik saya bahkan ibu mertua saya. Merekalah yang bergantian meluangkan waktu dan tenaganya menemani Liza terapi ke bandung , 2 minggu sekali.
Kalau dipikir-pikir , dulu kok sanggup ya bersusah payah ke bandung 2 minggu sekali (karena sejak hampir 3 th yang lalu terapi SI-nya saya pindah ke RS Bunda , dengan dokter dan terapis yang sama). Kekuatan dari mana itu semua yang menggerakkan kami untuk sekian tahun ? Yang jelas dan utama adalah karena campur tanganNya!
Tuhan selalu memberi yang terbaik , jangan pernah ragukan itu .Cuma, karena keterbatasan kita sebagai manusia yang tidak memungkin kita melihatnya dari kacamataNya. Mungkin bisa diibaratkan kita ini kepik-kepik mungil yang mencoba memandang Ultrasaurus (dinosaurus terbesar , menurut buku Dinosaurs milik Donna). Yang satu Cuma bisa memandang ujung kuku kelingking kaki , yang satu Cuma bisa memandang ujung ekornya , yang lain Cuma bisa memandang ujung hidungnya , dst.
Lho emangnya pada jaman dinosaurus hidup, kehidupan serangga macam kepik sudah ada ? He..he.. saya gak tahu , suer!
Terapi di sini di sebut Sensori Integrasi/SI , Liza start 17 februari 2001.
Kemudian kami coba rute lain (kebetulan tempat terapi ada di cipaku , di bawahnya Lembang). Kami coba lewat Subang , lebih jauh dalam jarak , tapi lebih sepi sehingga waktu tempuh bisa lebih pasti .
Pernah terjadi kami sudah sampai Lembang lalu Lizanya panas , yah apa boleh buat , pulang lagi ke Jakarta.
Jadi saya berterimakasih banget sama orang-orang yang sudah merealisasikan jalan tol cipularang.
Diagnosa dari dokter anak di sana :
-defensive tactile
-hypotone
-disphraxia, incl. oral motor
-oral exploring +
-poor balance & body perception
- hal-hal yang menarik untuk dia adalah yang memberi input tactile & proprioceptive
Lalu mei 2001 saya mulai konsul ke psikolog yang ditunjuk. Liza didiagnosa PDD Nos (termasuk keluarga Autis- lah ceritanya).
Dengan tambahan diagnosa tidak membuat saya sedih , karena akhirnya saya jadi tahu , ooh ini yang membuat Liza tidak koperatif karena memang tidak ada yang bisa memahaminya. Jadi Liza anak yang sungguh komplet , DS + hiperaktif + autis , 3in 1.
Dengan semua petunjuk dari psikolog semua yang tampak membingungkan dari Liza jadi jelas . Sampai sekarang kami masih konsultasi ke sana kira-kira 3 bulan sekali , plus mengkonsultasikan adiknya (sebagai sibling tentu dia juga banyak problem). Psikolog yang ini menurut saya sungguh luar biasa (walau itu memang mungkin karena profesinya) , tapi saya merasa dia adalah salah satu pelita utama di jalan hidup kami.
Th 2002 saya mengalami keguguran, janin 9 minggu. Saya pasrahkan ke Atas. Kalau memang belum waktunya …
Padahal saya sudah menjalani pemrograman dokter untuk kehadirannya (selama 2 th).
Lalu selanjutnya menjalani pengobatan alternative bersama para 2 orang muda (yang akhirnya kami jadi seperti sebuah keluarga besar), dengan disertai kepasrahan yang dalam ke Atas. Dia yang serba Maha , lebih tahu daripada saya , saya tak menarget atau menuntut apapun .
Dan th 2003 saya hamil lagi . Tapi prosesnya tak mudah, walau saya terima dengan lapang dada . Saya bed rest selama 3 bln,diberi penguat kandungan, dan yang paling menyakitkan adalah saya mesti disuntik di bagian perut selama kehamilan sampai melahirkan (karena darah saya mengental, dikuatirkan akan keguguran lagi).
Selama kehamilan saya tidak mengecheck sedikitpun janin saya , apakah dia Down’s Syndrome juga . Banyak teman yang menyarankan saya agar check sebelum usia kehamilan tertentu . Jawab saya adalah : Tidak! Bagaimanapun keadaan anak yang Tuhan berikan ke saya ini , akan saya terima dengan penuh cinta . Saya sudah minta kepadaNya : mohon diberikan anak yang terbaik untuk kami. Biarlah ukuranNya yang dipakai dalam mengukur ‘seberapa baik’.
Dan kalau saya check dan dia Down’s Syndrome , terus kenapa?
Apakah kita akan ‘buang’ dia ? Apa hak kita merampas haknya untuk hidup sedangkan kita bukan Sang Pemberi Hidup itu sendiri ?
Dan akhirnya 24 maret 2004 Donna (begitu panggilannya) , lahir. Dalam keadaan yang menurut saya benar-benar terbaik yang Tuhan berikan ke kami, syukur yang luar biasa besar kami ucapkan ! Dan saya juga berutang budi terhadap 2 healer yang mendampingi saya selama sebelum sampai sesudah melahirkan ,hanya Tuhan yang dapat membalaskan budi baik mereka.
Lalu kalau dibandingkan dengan Donna , berarti Liza bukan anak yang terbaik yang Tuhan beri kepada kami ?
Justru Liza adalah anak yang lebih hebat lagi, karena diatas segala kelemahannya ,dialah yang membuat orangtuanya ‘lebih dekat’ ke Atas, lebih ulet dan sabar dibandingkan sebelumnya , lebih open mind , lebih mau memahami orang lain. Bukan orang lain yang mengubah kami , tapi Liza!
Saya jadi teringat si dokter anak yang saya ceritakan di blog saya yang pertama (dan vonisnya). Saya jadi berpikir , jangan-jangan dia juga penyandang ASD/Autistic Spectrum Disorder alias autis . Karena, jangankan berempati pada saya , rasanya dengan kata-katanya itu untuk bersimpati saja mungkin sulit baginya . Ya sudah , saya sudah lama memaafkannya , dan sekarang ganti saya yang merasa bisa berempati padanya . Kenapa saya ungkapkan ini, untuk menunjukkan pada pembaca bahwa saya bukan termasuk autis ? Ha..ha..ha.. bisa jadi !
Selama proses-proses tadi , ketika saya tak bisa menemani Liza ke bandung , saya banyak dibantu oleh almarhum ibu saya (yang dukungannya pada saya tak pernah surut ,bahkan sampai ketika beliau dalam keadaan sakit parah pun), juga adik saya bahkan ibu mertua saya. Merekalah yang bergantian meluangkan waktu dan tenaganya menemani Liza terapi ke bandung , 2 minggu sekali.
Kalau dipikir-pikir , dulu kok sanggup ya bersusah payah ke bandung 2 minggu sekali (karena sejak hampir 3 th yang lalu terapi SI-nya saya pindah ke RS Bunda , dengan dokter dan terapis yang sama). Kekuatan dari mana itu semua yang menggerakkan kami untuk sekian tahun ? Yang jelas dan utama adalah karena campur tanganNya!
Tuhan selalu memberi yang terbaik , jangan pernah ragukan itu .Cuma, karena keterbatasan kita sebagai manusia yang tidak memungkin kita melihatnya dari kacamataNya. Mungkin bisa diibaratkan kita ini kepik-kepik mungil yang mencoba memandang Ultrasaurus (dinosaurus terbesar , menurut buku Dinosaurs milik Donna). Yang satu Cuma bisa memandang ujung kuku kelingking kaki , yang satu Cuma bisa memandang ujung ekornya , yang lain Cuma bisa memandang ujung hidungnya , dst.
Lho emangnya pada jaman dinosaurus hidup, kehidupan serangga macam kepik sudah ada ? He..he.. saya gak tahu , suer!
No comments:
Post a Comment