Terapi awal Liza adalah Fisio Terapi. Pada waktu itu Liza belum bisa tengkurap sendiri dan kepalanya pun kurang tegak. Beberapa bulan kemudian bertambah dengan Occupational Therapy (OT) setelah Liza bisa duduk. Selain melatih Fine Motor/ Motorik Halus , juga diajarkan bagaimana melatih kemandirian Liza.
Hal yang mungkin bagi orang awam mudah, sungguh sulit untuk Liza. Hal sepele , seperti sehabis main mainan dibereskan dimasukkan kembali ke dalam kotak, melepas baju sendiri/ memakainya ,makan sendiri (yang masih sulit baginya sampai sekarang adalah kalau nasi tinggal sedikit, koordinasi tangannya masih terus dilatih) ,minum dari gelas (yang ini bahkan sampai sekarang masih dilatih bagaimana agar minum tidak tumpah ) dan masih banyak lagi.
Semua ini selalu dibawah control dan koordinasi dari team dokter.
Sebelum Liza berusia kira-kira 4 th , dia mudah sekali muntah kalau sedang makan ataupun minum susu. Tiap muntah nyaris seluruh isi perut keluar , sehingga sudah biasa kalau kami bepergian kami pasti bawa 1 ransel berisi : pakaian cadangan , makanan/minuman utama (+cadangannya kalau muntah), kaos kaki cadangan , kantong kresek kecil untuk menampung muntahannya (kalau sempat di”pasang” sebelum keburu muntah) , potongan-potongan kain kecil yang tak dipakai (untuk “mengelap” bagian kursi/meja/lantai yang kena percikan). Walau hanya pergi beberapa jam , barang bawaan kami sudah seperti orang mau nginep 2 malam aja…
Bukan itu saja, Liza kecil sungguh tak kompromi dengan tempat-tempat “asing” , yang dia belum terbiasa (kelak saya akan mengerti, ketika Liza dinyatakan juga sebagai penyandang PDD NoS/Pervasive Development Disorder Non Specific ,masih keluarganya Autis).
Pernah waktu itu kami memenuhi undangan teman karib suami yang lama tak berjumpa. Di restoran itu suasana agak redup , tapi di tempat live music terang benderang. Di situ Liza sama sekali tak mau masuk , bahkan mengamuk. Akhirnya saya dan suami bergantian makan dan menggendong Liza di luar. Kami sungguh tak enak pada keluarga teman suami, tapi saya tahu mereka mengerti . Itu pertama kali kami memenuhi undangan makan keluar dengan membawa Liza.
Itulah sebabnya kami nyaris tak pernah makan keluar. Sampai kadang ketika melihat suatu logo tempat makan (bahkan yang tergolong junk food pun ) kami sampai berangan-angan ‘kapan ya bisa makan di situ’.
Waktu itu kami belum pernah bertemu/melihat ada keluarga yang membawa anak Special Needs –nya jalan-jalan. Jadi keluarga kami nyaris selalu jadi ‘tontonan’ dengan segala keribetannya . Tapi sekitar 5-6 th yang lalu kami melihat mulai banyak yang membawa anak-anak special needs –nya ‘keluar’. Ada banyak yang lebih tua dari Liza. Ke mana mereka selama ini ? Disembunyikan ? (semoga pikiran negative saya ini tidak benar).
Saya mengajak anda semua untuk menguatkan dan mendukung para orangtua mereka agar mau memberikan hak anak special needs sepenuhnya tanpa perlu was-was atau malu.
Terapi berikutnya adalah Terapi Wicara . Bukan dilatih berbicara seperti banyak orang kira, tapi lebih ke stimulasi otot-otot bicara .
Kebetulan awalnya saya mendapatkan terapis yang sungguh bagus , dalam artian dia juga memberdayakan orangtua untuk melatih anak di rumah. Bukan model yang melarang orangtua masuk , hanya anak saja . Saya merasa seperti mesin cuci saja kalau modelnya seperti itu : masuk kotor keluar bersih . Tak mungkin ada hasilnya kalau seperti itu.
Dengan terapis wicara yang pertama ini saya banyak berdikusi mengenai bagaimana mengajar Liza , memberikan tips-tips yang sampai saat ini pun tetap berguna (sayang waktu kami tidak klop ,sehingga kami ‘berpisah’).
Lalu berganti terapis, astagaa… saya dilarang masuk dengan alasan mengganggu . Tidak , saya tidak mau yang model “mesin cuci” seperti ini. Setelah beberapa kali dicoba akhirnya saya cabut.
Saya datangi ke rumah terapis wicara yang pertama, dekat bogor, untuk konsultasi di rumah , lalu saya yang menjalankannya di rumah . Hasilnya tentu lebih baik.
Dan sejak itu pun saya mulai membuat alat-alat peraga sendiri untuk Liza (sebagian saya konsul ke dia , karena dia pun pedagog) . Mengapa saya sampai repot-repot membuat alat peraga sendiri?
Karena pada waktu itu jarang ada alat peraga yang bagus sekaligus terjangkau , bahkan mencarinyapun sangat sulit. Dan lagi alat peraga yang saya buat tentu saya sesuaikan dengan kondisi Liza.
Saya buat juga dengan bahan-bahan yang murah lagi mudah didapat : karton-karton bekas (bungkus kotak susu, cereal , dll) ,plastic bekas undangan dll, kertas origami , dll. Di rumah tak pernah saya sampai kekurangan stock (karena yang membantu mengumpulkan juga banyak , mengurangi jatah pemulung ha..ha..ha..).
Apa saja peraga yang saya buat ? Macam-macam , dari huruf yang dicantelkan di gantungan sampai puzzle . Semuanya tak berbahaya karena hanya terbuat dari karton bekas makanan/minuman , kalau terkena anak pun tak akan melukai.
Dengan metode pembelajaran seperti ini terasa benar kemajuan Liza ,terutama di bidang kognitif. Para dokter dan terapis juga berpesan agar jangan sampai keterlambatan motorik (yang berasal dari pusat motorik di otak) menghalangi kemajuan kognitifnya.
Apakah semuanya menjadi lancar-lancar saja setelah itu semua ?
Alamaaak.. , sama sekali tidak ! Selama dilatih fisio terapi ketahuan kaki Liza termasuk flat, perlu sepatu khusus , sepatu ortho , yang harus dipesan . Dan tentunya harus selalu diperbaharui agar cocok selalu dengan ukuran kakinya . Baru setelah bersepatu ortho Liza mulai bisa dilatih berdiri.
Dan ketika mulai dilatih berjalan , matanya dicheck. Sedih juga mendapati matanya minus 5. Pada waktu dia berusia 1 th 3bln dia mulai berkacamata.
Lantas jadi mudah ?
Wow , makan ati banget! Frame kacamatanya yang tergolong baby frame mahalnya minta ampun untuk kami (th 1998 , barang import, dollar mahal, hanya ada satu optic yang menyediakan dan tak ada pilihan lain ).
Liza begitu tak nyamannya berkacamata , selalu dibuang jauh-jauh , dilempar begitu saja atau kalau geregetan ya digigit ! Aduuh naak.., barang mahal.. ampuun ! Dari bujukan sampai saya marah tak mempan . Dengan putus asa kadang saya memandang kacamata yang saya pungut (kadang harus saya pungut dari tepi selokan ketika dia saya ajak jalan untuk mengalihkan perhatiannya). Dan ketika frame jadi patah pun saya tangisi , saya merasa gagal ! Suami saya waktu itu bilang, Ya sudah kita kuat-kuatan saja sama Liza, kuat yang membuang atau kuatan yang memakaikannya kembali.
Bulan pertama 1 bulan perlu 2 frame . Bulan kedua 1 frame . Lalu 2 bulan baru ganti frame. Ahh.. kalo ingat hal itu , perasaan saya campur aduk , antara gemas dan geli . Yah pokoknya ada kemajuanlah .. walau waktu itu waktu rasanya lamaaa sekali kok gak ada kemajuan. Sekarang ini lebih mudah karena frame kacamatanya sudah termasuk frame anak , mudah didapat dan jauh lebih murah. Frame yang sekarang sudah lebih dari 1 tahun , hampir patah bulan nopember lalu , saya sudah siapkan cadangan (karena waktu itu mau ujian musik , takut tiba-tiba patah). Sekarang masalahnya Liza suka menggigit bagian nose pad (yang terbuat dari silicon) . Ya sudah , beberapa hari sekali saya ganti sendiri (sampai saya berlangganan di suatu optic , sekali beli 10 pasang).Padahal rasa-rasanya orang beli kacamata tak akan ganti nose pad-nya sampai kacamatanya sendiri rusak.
Tapi ada kabar gembira juga : jantung Liza pada waktu usia 2 th dinyatakan bebas dari masalah . Sebetulnya kata dokter , bukannya 2 lubang yang ada menjadi menutup, tetapi karena pertumbuhan Liza yang baik dan makin besar sehingga 2 lubang itu menjadi tak berarti lagi. Syukur kepada Tuhan yang membantunya tumbuh makin baik !
Liza pada waktu berumr 2 th 3 bln menjalani test BERA (untuk pendengaran) , karena kalau dipanggil sangat cuek . Hasilnya sangat bagus (nantinya saya juga akan tahu , ini bagian dari autistiknya dia).
Dan juga menjalani Brain Mapping pada usia 2 th 8 bln , dikarenakan sulitnya penanganan yang tepat untuk Liza. Di diagnosa ada gangguan berbahasa dan konsentrasi di bagian otak kiri, juga gangguan di pusat motorik.
Memang tidak cocok dengan gambaran anak Down’s Syndrome pada umumnya , yang ramah dan tenang. Liza sangat cuek dan tidak tenang (sampai disebut hiperaktif). Di kemudian hari saya tahu bahwa ketidaktenangannya dikarenakan kebutuhan sensory- nya yang tidak kami pahami. Setelah kebutuhan sensory –nya terpenuhi dengan baik , ternyata Liza bisa tenang.
Tapi perjalanan memang tidak semudah itu, karena diagnosa yang terbentuk saat itu malah membawa kami ke psikiater , dimana Liza harus mengkonsumsi sejenis obat , terus menerus tanpa tahu kapan bisa berhenti . Jumlah obat naik sedikit-sedikit , Liza tetap tidak bisa konsentrasi tapi pasif. Menurut psikiater tsb perlu nutrisi tertentu untuk melawannya. Astaga… jadi “bertempur” di dalam tubuh? Saya pindah psikiater lain yang bukan senior seperti yang pertama . Pendapatnya sama saja , bahkan saya sampai berdebat dengannya. Saya merasa tidak cocok. Sudah setahun lamanya obat tersebut di konsumsi Liza , plus daftar panjang diet makanan (sudah saya coba juga , hasilnya lebih banyak merepotkannya daripada faedahnya). Memang kalau Liza terlalu banyak makan terigu jadi suka agak di luar kendali. Tapi kalau dalam suatu acara ulang tahun teman misalnya, tetap saya berikan kue/mie , karena menurut saya acara itu lebih banyak gunanya untuk social life Liza daripada side effect-nya . Setelah saya pertimbangkan baik-baik saya putuskan stop, walau team dokter menyayangkan keputusan itu. Dan saya tidak mau terlibat di pro dan contra tentang hal ini. Saya hanya berusaha memberikan yang terbaik untuk Liza yang tentunya sudah saya renungkan masak-masak.
Ketika Liza berumur 3 th kurang 2 bln , baru dia “lulus” dari fisio terapi. Sudah bagus dan bisa jalan ? Waktu itu bagi saya dia sudah hebat , bisa berjalan sendiri tanpa dipegangi sejauh 2 meter , saya pandangi dia dengan bangga dan haru :”Akhirnya kamu bisa jalan ,Liza !”.
Rasanya tiap tahapan berkembangan mempunyai kesulitannya sendiri, yang kadang tak bisa kita prediksi sama sekali. Sama seperti yang kita alami dalam kehidupan nyata kita sehari-hari. Kesulitan yang kita alami pada waktu kita masih anak-anak tentu berbeda dengan kesulitan pada waktu kita remaja , juga pada masa kita dewasa . Tapi saya merasa bila tiap kali kita bisa melewatinya dengan baik , kita jadi makin lebih “dewasa” dan lebih kuat untuk tahapan berikutnya. Dalam usaha menjawab semua tantangan itu perlu kita explore semua kemampuan yang ada dalam diri kita , kalau perlu kita juga meng-explore limit kemampuan kita. Saya bisa , anda semua pasti juga bisa!
Hal yang mungkin bagi orang awam mudah, sungguh sulit untuk Liza. Hal sepele , seperti sehabis main mainan dibereskan dimasukkan kembali ke dalam kotak, melepas baju sendiri/ memakainya ,makan sendiri (yang masih sulit baginya sampai sekarang adalah kalau nasi tinggal sedikit, koordinasi tangannya masih terus dilatih) ,minum dari gelas (yang ini bahkan sampai sekarang masih dilatih bagaimana agar minum tidak tumpah ) dan masih banyak lagi.
Semua ini selalu dibawah control dan koordinasi dari team dokter.
Sebelum Liza berusia kira-kira 4 th , dia mudah sekali muntah kalau sedang makan ataupun minum susu. Tiap muntah nyaris seluruh isi perut keluar , sehingga sudah biasa kalau kami bepergian kami pasti bawa 1 ransel berisi : pakaian cadangan , makanan/minuman utama (+cadangannya kalau muntah), kaos kaki cadangan , kantong kresek kecil untuk menampung muntahannya (kalau sempat di”pasang” sebelum keburu muntah) , potongan-potongan kain kecil yang tak dipakai (untuk “mengelap” bagian kursi/meja/lantai yang kena percikan). Walau hanya pergi beberapa jam , barang bawaan kami sudah seperti orang mau nginep 2 malam aja…
Bukan itu saja, Liza kecil sungguh tak kompromi dengan tempat-tempat “asing” , yang dia belum terbiasa (kelak saya akan mengerti, ketika Liza dinyatakan juga sebagai penyandang PDD NoS/Pervasive Development Disorder Non Specific ,masih keluarganya Autis).
Pernah waktu itu kami memenuhi undangan teman karib suami yang lama tak berjumpa. Di restoran itu suasana agak redup , tapi di tempat live music terang benderang. Di situ Liza sama sekali tak mau masuk , bahkan mengamuk. Akhirnya saya dan suami bergantian makan dan menggendong Liza di luar. Kami sungguh tak enak pada keluarga teman suami, tapi saya tahu mereka mengerti . Itu pertama kali kami memenuhi undangan makan keluar dengan membawa Liza.
Itulah sebabnya kami nyaris tak pernah makan keluar. Sampai kadang ketika melihat suatu logo tempat makan (bahkan yang tergolong junk food pun ) kami sampai berangan-angan ‘kapan ya bisa makan di situ’.
Waktu itu kami belum pernah bertemu/melihat ada keluarga yang membawa anak Special Needs –nya jalan-jalan. Jadi keluarga kami nyaris selalu jadi ‘tontonan’ dengan segala keribetannya . Tapi sekitar 5-6 th yang lalu kami melihat mulai banyak yang membawa anak-anak special needs –nya ‘keluar’. Ada banyak yang lebih tua dari Liza. Ke mana mereka selama ini ? Disembunyikan ? (semoga pikiran negative saya ini tidak benar).
Saya mengajak anda semua untuk menguatkan dan mendukung para orangtua mereka agar mau memberikan hak anak special needs sepenuhnya tanpa perlu was-was atau malu.
Terapi berikutnya adalah Terapi Wicara . Bukan dilatih berbicara seperti banyak orang kira, tapi lebih ke stimulasi otot-otot bicara .
Kebetulan awalnya saya mendapatkan terapis yang sungguh bagus , dalam artian dia juga memberdayakan orangtua untuk melatih anak di rumah. Bukan model yang melarang orangtua masuk , hanya anak saja . Saya merasa seperti mesin cuci saja kalau modelnya seperti itu : masuk kotor keluar bersih . Tak mungkin ada hasilnya kalau seperti itu.
Dengan terapis wicara yang pertama ini saya banyak berdikusi mengenai bagaimana mengajar Liza , memberikan tips-tips yang sampai saat ini pun tetap berguna (sayang waktu kami tidak klop ,sehingga kami ‘berpisah’).
Lalu berganti terapis, astagaa… saya dilarang masuk dengan alasan mengganggu . Tidak , saya tidak mau yang model “mesin cuci” seperti ini. Setelah beberapa kali dicoba akhirnya saya cabut.
Saya datangi ke rumah terapis wicara yang pertama, dekat bogor, untuk konsultasi di rumah , lalu saya yang menjalankannya di rumah . Hasilnya tentu lebih baik.
Dan sejak itu pun saya mulai membuat alat-alat peraga sendiri untuk Liza (sebagian saya konsul ke dia , karena dia pun pedagog) . Mengapa saya sampai repot-repot membuat alat peraga sendiri?
Karena pada waktu itu jarang ada alat peraga yang bagus sekaligus terjangkau , bahkan mencarinyapun sangat sulit. Dan lagi alat peraga yang saya buat tentu saya sesuaikan dengan kondisi Liza.
Saya buat juga dengan bahan-bahan yang murah lagi mudah didapat : karton-karton bekas (bungkus kotak susu, cereal , dll) ,plastic bekas undangan dll, kertas origami , dll. Di rumah tak pernah saya sampai kekurangan stock (karena yang membantu mengumpulkan juga banyak , mengurangi jatah pemulung ha..ha..ha..).
Apa saja peraga yang saya buat ? Macam-macam , dari huruf yang dicantelkan di gantungan sampai puzzle . Semuanya tak berbahaya karena hanya terbuat dari karton bekas makanan/minuman , kalau terkena anak pun tak akan melukai.
Dengan metode pembelajaran seperti ini terasa benar kemajuan Liza ,terutama di bidang kognitif. Para dokter dan terapis juga berpesan agar jangan sampai keterlambatan motorik (yang berasal dari pusat motorik di otak) menghalangi kemajuan kognitifnya.
Apakah semuanya menjadi lancar-lancar saja setelah itu semua ?
Alamaaak.. , sama sekali tidak ! Selama dilatih fisio terapi ketahuan kaki Liza termasuk flat, perlu sepatu khusus , sepatu ortho , yang harus dipesan . Dan tentunya harus selalu diperbaharui agar cocok selalu dengan ukuran kakinya . Baru setelah bersepatu ortho Liza mulai bisa dilatih berdiri.
Dan ketika mulai dilatih berjalan , matanya dicheck. Sedih juga mendapati matanya minus 5. Pada waktu dia berusia 1 th 3bln dia mulai berkacamata.
Lantas jadi mudah ?
Wow , makan ati banget! Frame kacamatanya yang tergolong baby frame mahalnya minta ampun untuk kami (th 1998 , barang import, dollar mahal, hanya ada satu optic yang menyediakan dan tak ada pilihan lain ).
Liza begitu tak nyamannya berkacamata , selalu dibuang jauh-jauh , dilempar begitu saja atau kalau geregetan ya digigit ! Aduuh naak.., barang mahal.. ampuun ! Dari bujukan sampai saya marah tak mempan . Dengan putus asa kadang saya memandang kacamata yang saya pungut (kadang harus saya pungut dari tepi selokan ketika dia saya ajak jalan untuk mengalihkan perhatiannya). Dan ketika frame jadi patah pun saya tangisi , saya merasa gagal ! Suami saya waktu itu bilang, Ya sudah kita kuat-kuatan saja sama Liza, kuat yang membuang atau kuatan yang memakaikannya kembali.
Bulan pertama 1 bulan perlu 2 frame . Bulan kedua 1 frame . Lalu 2 bulan baru ganti frame. Ahh.. kalo ingat hal itu , perasaan saya campur aduk , antara gemas dan geli . Yah pokoknya ada kemajuanlah .. walau waktu itu waktu rasanya lamaaa sekali kok gak ada kemajuan. Sekarang ini lebih mudah karena frame kacamatanya sudah termasuk frame anak , mudah didapat dan jauh lebih murah. Frame yang sekarang sudah lebih dari 1 tahun , hampir patah bulan nopember lalu , saya sudah siapkan cadangan (karena waktu itu mau ujian musik , takut tiba-tiba patah). Sekarang masalahnya Liza suka menggigit bagian nose pad (yang terbuat dari silicon) . Ya sudah , beberapa hari sekali saya ganti sendiri (sampai saya berlangganan di suatu optic , sekali beli 10 pasang).Padahal rasa-rasanya orang beli kacamata tak akan ganti nose pad-nya sampai kacamatanya sendiri rusak.
Tapi ada kabar gembira juga : jantung Liza pada waktu usia 2 th dinyatakan bebas dari masalah . Sebetulnya kata dokter , bukannya 2 lubang yang ada menjadi menutup, tetapi karena pertumbuhan Liza yang baik dan makin besar sehingga 2 lubang itu menjadi tak berarti lagi. Syukur kepada Tuhan yang membantunya tumbuh makin baik !
Liza pada waktu berumr 2 th 3 bln menjalani test BERA (untuk pendengaran) , karena kalau dipanggil sangat cuek . Hasilnya sangat bagus (nantinya saya juga akan tahu , ini bagian dari autistiknya dia).
Dan juga menjalani Brain Mapping pada usia 2 th 8 bln , dikarenakan sulitnya penanganan yang tepat untuk Liza. Di diagnosa ada gangguan berbahasa dan konsentrasi di bagian otak kiri, juga gangguan di pusat motorik.
Memang tidak cocok dengan gambaran anak Down’s Syndrome pada umumnya , yang ramah dan tenang. Liza sangat cuek dan tidak tenang (sampai disebut hiperaktif). Di kemudian hari saya tahu bahwa ketidaktenangannya dikarenakan kebutuhan sensory- nya yang tidak kami pahami. Setelah kebutuhan sensory –nya terpenuhi dengan baik , ternyata Liza bisa tenang.
Tapi perjalanan memang tidak semudah itu, karena diagnosa yang terbentuk saat itu malah membawa kami ke psikiater , dimana Liza harus mengkonsumsi sejenis obat , terus menerus tanpa tahu kapan bisa berhenti . Jumlah obat naik sedikit-sedikit , Liza tetap tidak bisa konsentrasi tapi pasif. Menurut psikiater tsb perlu nutrisi tertentu untuk melawannya. Astaga… jadi “bertempur” di dalam tubuh? Saya pindah psikiater lain yang bukan senior seperti yang pertama . Pendapatnya sama saja , bahkan saya sampai berdebat dengannya. Saya merasa tidak cocok. Sudah setahun lamanya obat tersebut di konsumsi Liza , plus daftar panjang diet makanan (sudah saya coba juga , hasilnya lebih banyak merepotkannya daripada faedahnya). Memang kalau Liza terlalu banyak makan terigu jadi suka agak di luar kendali. Tapi kalau dalam suatu acara ulang tahun teman misalnya, tetap saya berikan kue/mie , karena menurut saya acara itu lebih banyak gunanya untuk social life Liza daripada side effect-nya . Setelah saya pertimbangkan baik-baik saya putuskan stop, walau team dokter menyayangkan keputusan itu. Dan saya tidak mau terlibat di pro dan contra tentang hal ini. Saya hanya berusaha memberikan yang terbaik untuk Liza yang tentunya sudah saya renungkan masak-masak.
Ketika Liza berumur 3 th kurang 2 bln , baru dia “lulus” dari fisio terapi. Sudah bagus dan bisa jalan ? Waktu itu bagi saya dia sudah hebat , bisa berjalan sendiri tanpa dipegangi sejauh 2 meter , saya pandangi dia dengan bangga dan haru :”Akhirnya kamu bisa jalan ,Liza !”.
Rasanya tiap tahapan berkembangan mempunyai kesulitannya sendiri, yang kadang tak bisa kita prediksi sama sekali. Sama seperti yang kita alami dalam kehidupan nyata kita sehari-hari. Kesulitan yang kita alami pada waktu kita masih anak-anak tentu berbeda dengan kesulitan pada waktu kita remaja , juga pada masa kita dewasa . Tapi saya merasa bila tiap kali kita bisa melewatinya dengan baik , kita jadi makin lebih “dewasa” dan lebih kuat untuk tahapan berikutnya. Dalam usaha menjawab semua tantangan itu perlu kita explore semua kemampuan yang ada dalam diri kita , kalau perlu kita juga meng-explore limit kemampuan kita. Saya bisa , anda semua pasti juga bisa!
No comments:
Post a Comment