Pages

Friday, December 30, 2011

Dunia di Mata Anak Usia 7 Tahun

Sudah lama Donna sangat ingin punya kamera sendiri. Akhirnya dua bulan lalu aku wariskan kamera pocketku padanya. Dan inilah selusin foto hasil jepretannya, disajikan tanpa edit (hanya kuperkecil resolusinya).

"Kakiku kotor"

"Hiasan di tempat les lukis"

"Lampu"

"Etalase toko mainan"

"Mamaku sedang memotret kupu-kupu"

"Capung"

"Lonely Bug"

"Little Butterfly"

"Up side down Butterfly"

"Smiley Cat on the Bed"

"Dolls in the cradle"

"Orange Moss"

Wednesday, December 21, 2011

My Angels & the Bubble

Sebetulnya ini adalah foto-foto bulan Juli kemarin yang belum sempat ku upload ke blog.
Ini ceritanya Donna sedang mengajak Liza main bubbles.





Saturday, December 10, 2011

Buku Dari Barang Bekas

Temanku Ekawati menantang teman-temannya membuat sesuatu dari barang bekas. Tantangan ini sangat menarik, walaupun terus terang aku tidak ahli dalam hal itu.
Yang kuingat pertamakali adalah balerina dari pembungkus permen. Tapi terus mau dibikin apa? Buku.
Buku yang bagaimana? Kalau berupa buku cerita tentu terlalu complicated pembuatannya di sisa waktuku yang sangat sempit ini. Akhirnya kuputuskan membuat buku untuk anak balita belajar berhitung. Jadi aku perlu balerina sebanyak 1+2+3+4+5+6+7+8+9+10 plus 1 untuk cover depan, total 56 balerina. Woaah ternyata buanyak! Darimana aku bisa mendapatkan bungkus permen sebanyak itu?
Aku minta suamiku jadi "pemulung" kalau ada teman yang makan permen. Eh ternyata pas kebetulan ada penawaran di suatu hypermarket, beli satu toples kecil permen coklat gratis satu toples yang sama. Jadi permen-permen itu aku "gunduli" semua, karena nggak mungkin makan semua permen itu dalam sekejap. Masalah bahan balerina teratasi.
Terus aku siapkan semua bahan bekasnya :
-Bekas kartu undangan sebagai cover depan dan belakang.
-Kertas bekas dari kantor suami sebagai halaman-halaman buku.
-Kertas origami sisa prakarya Donna, pita-pita bekas dan bunga hiasan bekas, juga pembungkus coklat batangan.
Ternyata yang menjadi tantangan paling berat bukanlah dalam mempersiapkan bahannya, tetapi dalam membuat balerinanya satu persatu. Satu dua balerina masih oke, 56 balerina? Alamaak...di tengah jalan aku sudah hampir menyerah. Tapi karena melihat sudah banyak balerina yang kubuat, apa boleh buat, harus dilanjutkan.
Akhirnya selesai juga, betapa senang & leganya! Bagian dalam buku bisa dilihat di sini.
Aku berharap semoga buku ini bisa membuat anak-anak yang sedang belajar berhitung jadi makin senang berhitung. Sedangkan untuk teman-temanku, aku berharap agar semangat "Zero waste' ini juga segera bisa menular ke kalian semua.

Saturday, November 19, 2011

Nature Detectives

Mulai dari akhir Oktober 2011 s/d 30 November 2011 aku dan teman-temanku mengumpulkan foto binatang invertebrata (istilah kerennya para Creepy Crawlers) yang ada di sekitar kami. Foto di upload di Facebook, ditambah hasil Googling (kalau ada). Kemudian disatukan di Album Nature Detectives dan jadilah satu bahan pembelajaran yang bisa diakses siapa saja yang memerlukan.
Kenapa aku bikin kegiatan ini? Ada beberapa alasan, antara lain:
- Menumbuhkan kecintaan terhadap hewan-hewan kecil ini, yang oleh sebagian orang mungkin tak pernah disadari kehadirannya, atau bahkan ada yang sampai merasa phobia terhadapnya.
- Mencintai dan makin mengagumi sang Pencipta.
- Mencintai para creepy crawlers berarti mencintai lingkungan (karena mereka akan lenyap jika lingkungan tak bersahabat), lingkungan yang terjaga nantinya menimbulkan kecintaan yang dalam terhadap negeri sendiri.
- Makin banyak mengamati para creepy crawlers ini akhirnya membuatku sadar bahwa: pengetahuanku terhadap mereka sangatlah sedikit :(, banyak sekali serangga yang aku tidak tahu namanya. Aku harus banyak belajar!
- Berharap suatu ketika ada anak negeri yang menjadi ahli serangga tropis. Negeri kita teramat kaya akan jenis serangga. Menguasai serangga juga menguasai pangan, karena tanaman pangan banyak bergantung pada serangga (dan lingkungan yang baik), serangga yang membantu maupun yang mengganggu. Menguasai pangan berarti mandiri, tak terdikte oleh impor bahan makanan. Bahkan menurut beberapa penelitian, serangga juga termasuk bahan pangan yang mengandung protein yang bisa didapat dengan mudah dan murah (tentunya dengan diusahakan tanpa mengganggu keseimbangan alam).

Wednesday, October 19, 2011

Berbagi dengan Hati

Ada usulan dari temanku Mbak Iin kepada teman-temanku ibujari untuk membuat buku cerita anak yang dibagikan gratis.
Wow bak gayung bersambut, aku & teman-teman ibujari semangat sekali, mulia sekali ide ini. Bahkan Maria Magdalena, penulis, mengusulkan kalau ada dana mungkin suatu ketika bisa diwujudkan dalam bentuk cetak, untuk anak-anak yang kurang beruntung mendapatkan bacaan-bacaan anak yang baik.(Lengkapnya ada di sini).
Semoga niat baik kami ini segera bisa terlaksana :)

Tuesday, October 11, 2011

Membuat Buku Cerita Anak

Beberapa waktu yang lalu aku diberitahu oleh temanku Maria Magdalena, seorang penulis, bagaimana dia membuat buku cerita anak yang di up load ke issuu.com.
Lalu aku pun mencoba meng upload buku pertama "Tina dan Lulu Berteman lagi". Buku ini dulu aku buat untuk Liza belajar membaca, yang juga kubagi untuk teman-teman sekolah sorenya duluu :)
Ternyata menurut teman-temanku buku tersebut cukup ok, sehingga kepercayaan diriku meningkat. Aku berturutan meng-upload buku cerita dengan Tangram buatan Donna, dan buku-buku lainnya.
Buku cerita online ini bisa dibaca dengan gratis, dengan harapan memberi pencerahan kepada semua anak-anak yang kukasihi.


Buku-buku yang kutulis & ilustrasi bisa dilihat disini : http://issuu.com/hedwigratna

Monday, September 26, 2011

Maafkan Mamamu, Donna

Sabtu kemarin Donna mengikuti kompetisi piano yang diselenggarakan oleh sebuah media. Kompetisinya ternyata diikuti peserta dari berbagai wilayah Indonesia dengan kemampuan hebat-hebat.
Donna tidak menang. Tapi itu bukan masalah bagi kami. Karena kalau menang lagi mungkin malah tak baik untuk Donna. Kompetisi piano pertama yang Donna ikuti adalah yang diselenggarakan oleh Yamaha beberapa waktu lalu. Veni vidi vici, Donna jadi juara satu. Kalau ini juara lagi kami takutnya dia menjadi jumawa dan sombong, menyepelekan yang namanya ketekunan dan kerja keras.
Namun kali ini aku merasa bersalah dan sedih sekali. Malam sebelum lomba Donna sangat stress, dia ingin sekali menang. Rencananya hadiah uang (kalau menang) dia ingin belikan kamera, karena selama ini kalau perlu kamera dia musti meminjamnya dariku (padahal aku sendiri memerlukannya untuk proses catatan Home Ed Liza). Dia tak bisa tidur sampai lewat tengah malam. Papanya yang mengetahui hal ini berusaha menemani sejenak sampai tertidur. Rupa-rupanya tak lama dia terbangun lagi. Aku sendiri sudah tertidur kelelahan dan tak mengetahui semua hal ini (sebagai anak yang sangat peka, Donna sangat mengerti dan tak akan membangunkanku/menggangguku). Kupikir semuanya baik-baik saja, karena toh dia pernah mengikuti kompetisi piano. Repertoir yang akan dibawakan juga semua ok.
Paginya kami menemukan banyak sekali rontokan rambut di bantal dan tempat tidur Donna. Dia merasa rambutnya kusut semua dan ditarik untuk diluruskan! Ah, aku sedih sekali dan merasa bersalah. Seharusnya aku bisa menemaninya, dia bisa tidur denganku. Ketika sedang merasa sedih/tertekan biasanya Donna minta tidur denganku, sambil memegang leherku, kuelus-elus rambutnya sampai tertidur. Ke mana saja aku ini, ibunya tapi tak bisa merasakan ketegangannya. Hari-hari terakhir memang keinginan belajar kakaknya, Liza, sedang meningkat, dan sebagai anak Special Needs tentu proses ini menyenangkanku sekaligus sangat menyerap energiku.
Segera kuputarkan lagu dari Youtube, theme song dari film "Rio" yang biasanya bisa menceriakannya. Tapi rupanya tak menolong banyak. Dia berangkat tanpa keceriaan sedikit pun.
Sesampai di tempat kompetisi sudah banyak peserta yang hadir. Beberapa sedang mencoba piano di panggung. Donna juga ingin mencoba piano di panggung. Ada seorang anak lelaki yang memborong pianonya (atas permintaan orang tuanya), berlatih terus dan hanya memberi sedikit kesempatan kepada dua-tiga orang lain, sampai waktu habis. Donna bertambah stress. Kami bergantian mengajaknya berjalan di sekeliling gedung yang cantik itu. Kami berusaha menceriakan Donna tapi tak berhasil. Wajahnya pucat pasi.
Dan kekuatiran kami pun terjadilah. Dimulai saat memberi hormat, Donna hampir terjatuh (sampai aku kepikiran aduh jangan-jangan dia akan pingsan di panggung). Repertoir yang pertama adalah lagu wajib, yang tidak sulit dan tidak panjang. Donna melakukan kesalahan di bagian yang tak pernah salah sebelumnya. Repertoir kedua lagu kesukaan kami, tapi dia mainkan tanpa jiwa.
Dan memang demikianlah seharusnya. Donna tidak menang. Dia termenung lama sekali. AKu membahasnya sesantai mungkin. Jangan pedulikan menang atau kalah, itu bukan soal, yang lebih penting bagi kami adalah kamu main dengan senang hati. Itu pesanku padanya.
Kemarin dia bertekad ikut untuk yang tahun 2012. Sementara aku masih tak bisa menghapus kesedihanku karena membiarkannya stress sendirian malam itu, di waktu sebenarnya dia sangat membutuhkanku.

Saturday, September 10, 2011

Mengurangi Sampah Plastik Rafia : Tali Batang Pisang

Banyak sekali macam sampah plastik di sekitar kita, salah satunya adalah tali rafia. Sudah lama aku ingin menguranginya. Antara lain dengan tidak membuang tali rafia yang kudapat (dari tukang jual pisang, atau dari pengikat paket kiriman dari saudara/teman). Yang kudapat dari tukang pisang biasanya kukembalikan ke yang bersangkutan untuk dipakai lagi menggantung si pisang. Sedangkan potongan-potongan rafia yang lain kuikat-sambung sehingga kalau memerlukannya tinggal potong seberapa panjang.
Ada satu lagi yang sudah lama ingin kulakukan, tapi belum kesampaian karena tak memiliki bahannya : tali dari batang pisang! Ini juga berhubungan dengan 'romantisme' masa kecil : ikut Mama belanja di pasar dan menyaksikan barang belanjaan dibungkus dengan daun jati lalu diikat tali batang pisang. Cantik sekali.
Akhir bulan lalu bertepatan kami mengunjungi Oma di Jasinga, ada sebatang pohon pisang sepanjang kira-kira limapuluh centimeter yang teronggok di tanah. Batang pisang itu boleh kuminta dan bawa pulang ke rumah. Asyiik! Inilah saatnya aku menunjukkan ke Donna bagaimana orang dulu mendapatkan tali dari batang pisang, sekaligus ramah lingkungan. Awalnya Donna protes :"Kenapa pohon pisangnya ditebang?"
Setelah dia tahu bahwa itu berasal dari pohon pisang yang tak lagi produktif, dia semangat sekali untuk segera membuatnya setiba kami di rumah. Cara membuatnya sangat sederhana. Begini:
Buang dulu kulit bagian luar yang sobek-sobek sampai bersih.
Kupas batang pisang pelan-pelan dari salah satu sisi lembaran.
Kupas terus sampai ke bagian intinya.
Inilah bagian inti batang pisang yang tak bisa kita buat jadi tali.
Bisa dipakai untuk main "masak-masakan" :)
Jemur lembaran-lembaran batang pisang sampai kering.
Ketika sudah kering kira-kira begini bentuknya. Memang tidak serempak keringnya, tergantung ketebalan masing-masing lapisan. Tentunya jangan sampai terlalu kering (akan mudah remuk), cukup kering tapi masih lentur ketika ditekuk.
Lembaran yang sudah kering tadi bisa kita 'sobek' selebar tali rafia.
Ini sebagian tali batang pisang yang sudah jadi. Kami menyebutnya tali gedebog (artinya batang pisang, dalam Bahasa Jawa).
Salah satunya langsung kupakai untuk menggantung pisang :D

Monday, September 5, 2011

Selamat Ulang Tahun Ke-70 Ma

Hari ini, 5 September 2011, kalau Mamaku masih ada, beliau berulang tahun yang ke-70. Sudah enam tahun beliau meninggalkan dunia untuk memulai kehidupan baru di surga. Bebas dari segala penderitaan dan sakitnya. Aku sangat merindukannya.
Mamaku seorang yang aktif dan sangat mencintai anak-anaknya. Beliau juga sangat kreatif, terutama dalam membuat craft. Sedari kecil aku beberapa kali melihat Mama membantu saudara dan kenalan untuk menghias nampan seserahan untuk pernikahan. Jaman itu membantu seperti itu tentulah "pro bono", bukan merupakan pekerjaan berbayar. Dikerjakan sambil mengurus rumah tangga, tapi sangat indah dan teliti. Mama bilang, pantang merusak barang seserahan hanya demi keindahan. Maksudnya misalnya handuk, beliau akan membuatnya menjadi sangat cantik tanpa perlu menjahitnya (sayang, berlubang nanti, walaupun kecil tak terlihat). Sayang aku dan adik-adikku tak ada yang berminat untuk belajar hal seperti itu :(
Andai beliau masih ada bersama kami di sini, aku membayangkan membuatkan blog khusus craft untuk beliau, sehingga beliau dapat mewariskan ilmu-ilmu kreatifitasnya dalam hal crafting. Beliau sangat senang kalau ada yang datang dan minta diajarkan sesuatu.
Aku masih ingat bulan Agustus enam tahun yang lalu, dua setengah bulan sebelum beliau dipanggil-Nya, menjelang acara 17 Agustusan. Mamaku sudah tinggal tulang berbalut kulit, lebih banyak berbaring di tempat tidur. Tetangga sebelah datang padaku bertanya apakah ada ide menghias sepeda anaknya (untuk lomba sepeda hias di sekolah). Aku bilang hias pakai kertas crepe saja. Ketika Mamaku mendengar hal itu, beliau berusaha bangkit duduk dengan susah payah, mengajarkan tetanggaku bagaimana membuat bunga-bungaan dari kertas crepe. Dengan tenaga yang tersisa dan tangan bergetar, beliau memberi contoh step by step! Luar biasa.
Beberapa hari yang lalu aku membuat craft untuk tantangan Frame It dari teman-teman Brisik Lestari.. Di situ aku selipkan "Ballerina" dari pembungkus permen. Ya, bungkus permen yang sudah tak terpakai itu, ditangan Mamaku bisa berubah menjadi ballerina cantik. Kala kami masih kecil, Mama sering membuatnya lalu menyelipkan di kaca jendela rumah sehingga menimbulkan imajinasiku akan ballerina-ballerina cantik yang sedang menari.
Waktu Mama mulai sakit, aku teringat pada para ballerina itu dan minta Mama ajarkan cara membuatnya. Beginilah yang kubuat beberapa hari yang lalu:
Buat simpul.
Potong salah satu sisi, menjadi bagian untuk kepala dan dua tangan.
Pendekkan bagian kepala dan rapikan, pelintir kecil bagian tangan.
Potong bagian "Rok" bawah secara melebar untuk kedua kakinya.
Potong dua atau tekuk jadi dua sama panjang dan pelintir kecil.
Selipkan di bagian belakang. Kalau perlu bisa dibantu gunting untuk menyelipkannya.
Jadilah ballerina yang cantik.







Dulu aku yang mengagumi, sekarang Donna anakku yang menggantikan posisiku.
Terima kasih, Ma. Selamat Ulang Tahun yang ke-70. Aku sangat merindukanmu...












Friday, September 2, 2011

Beda Rumput Beda Reaksi

3 Hari berturutan kami berlibur sekeluarga, 2 hari yg pertama ke Puncak (Kebon Raya Cibodas dan Gunung Mas) lalu mengunjungi Oma di Jasinga. Di ketiga tempat ada rerumputan yg luas untuk kami bermain-main. Liza tidak suka rumput, apalagi menginjaknya dengan telanjang kaki. Tapi biasanya kami bujuk supaya mau melepas sepatunya dan sekedar berjalan-jalan di atasnya. Awalnya biasanya kami ajak Liza berjalan-jalan dulu dengan sepatunya. Yg hari pertama itu, sudah lamaa sekali Liza tak merasakan input taktil seperti rumput/pasir.
Mulanya Liza tidak mau duduk di rumput, minta pangku. Pelan-pelan mau duduk di rumput, lalu kami bujuk & lepas sepatunya. Beginilah reaksi kaki Liza.
Setelah terbiasa, lama-lama Liza bosan cuma duduk-duduk di rumput. Dia tertarik dengan kolam yang tampak di kejauhan. Lalu dia berjalan telanjang kaki sendiri ke situ. "Mau ke mana Liza?" "Berenang!"
Hahahaa...
Waktu kami menginap di Gunung Mas, rumputnya juga sehalus di Kebon Raya Cibodas (walaupun baru saja dipotong). Kami ajak Liza berjalan-jalan telanjang kaki. Merasakan rumput yg dibawah naungan terasa dingin dan basah embun, sedangkan yg terkena matahari terasa lembut dan hangat. Liza mau, walau sesekali dia bilang "Mau bobo di kamar".
Kami juga ajak Liza merasakan sensasi yg lain : berjalan di rerumputan yg bertaburan dengan daun-daun kering. Liza baik-baik saja, walau kalau boleh memilih dia akan cari jalan yg mulus lalu kembali ke kamar.

Tapi waktu kami ajak berjalan di rerumputan di Jasinga, tempat Omanya bekerja, yg terjadi adalah sebaliknya :Liza marah dan nangis! Padahal prosedurnya sama seperti waktu pertama di Kebon Raya Cibodas.
Liza tidak suka rumputnya. Rumputnya rumput gajah mini yg tumbuh bergerombol kecil-kecil, sehinga tanah tidak benar-benar rata berumput seperti hari-hari sebelumnya.
Liza marah & nangis.
Beda rumput beda reaksi. Mungkin juga ketambahan hawa yg panas di Jasinga, tidak sedingin di Puncak?
Bagi yg bingung, ini disebut Defensive Tactile :
Children who have tactile defensiveness are sensitive to touch sensations and can be easily overwhelmed by, and fearful of, ordinary daily experiences and activities.

Sensory defensiveness can prevent a child from play and interactions critical to learning and social interactions.

Often, children with tactile defensiveness (hypersensitivity to touch/tactile input) will avoid touching, become fearful of, or bothered by the following:

textured materials/items
"messy" things
vibrating toys, etc.
a hug
a kiss
certain clothing textures
rough or bumpy bed sheets
seams on socks
tags on shirts
light touch
hands or face being dirty
shoes and/or sandals
wind blowing on bare skin
bare feet touching grass or sand
Ini merupakan bagian dari sensory-processing-disorder.

Friday, August 26, 2011

Quote yang Mencerahkan Hari

Pertama aku lihat quote keren ini dari wall FB temanku Imelda, yang copas dari wall temanku Ekawati, yang ternyata mendapatkannya dari blog temannya, hahaha panjang. Tapi memang benar quote ini luar biasa bagusnya, ini quote yang mencerahkan itu :


'Life is too short to wake up in the morning with regrets,
so love the people who treat you right,
forget about the ones who don't,
and believe that everything happens for a reason.

If you get a chance, take it.
If it changes your life, let it.
Nobody said life would be easy,
they just promised it would be worth it.'

(Harvey Mackay)

Thursday, August 25, 2011

Pesan Lebaran untuk Kawan-kawanku

Lebaran sebentar lagi tiba. Untuk kawan-kawanku yang merayakan, dengan tulus kuucapkan : Selamat Idul Fitri, Mohon maaf lahir dan batin. Kiranya banyak berkahNya yang ditebarkan bagi kalian seperti halnya banyaknya kebaikan yang telah kalian tebarkan. Amin.
Untuk kawan-kawanku yang sedang merasa kerepotan karena ditinggalkan asisten rumah tangganya, kuucapkan : Mari merasakan bagaimana sehari-harinya di rumahku :-). Khususnya juga untuk kawan-kawan yang suka berkomentar "Kamu bisa ini dan itu kan enak tidak usah kerja". Whaaat???
Sebenarnya aku suka heran, betapa banyaknya keluhan yang kalian sampaikan setiap hari. Asisten? ada, bahkan kadang lebih dari satu. Anak: NT, bukan Special Needs seperti Liza anakku, disekolah-in lagi, bukan Home Education.
Sekarang kalian bisa merasakan bagaimana aku menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga (membersihkan rumah, memasak, menggosok baju,dll), plus mengedukasi-melatih-mengajari Liza, sekaligus memberi perhatian penuh kepada dua anak, mencoba seadil-adilnya kepada Liza dan Donna. Suamiku banyak membantu memang, tapi karena dia karyawan kantoran yang musti berangkat pagi pulang rumah sudah malam, tentu lelah juga. Malam kadang kami baru bisa mengerjakan PR dari fisio terapis (karena perlu 2 orang dewasa membantu). Dan dengan bangga: aku masih bisa menulis di blog (walau tidak bisa sering-sering), belajar bikin ini dan itu, mendukung anak bikin ini dan itu...
Aku tidak butuh aneka pujian. Aku cuma ingin, supaya kalian bisa jujur menjawab pertanyaan ini: MAU atau TIDAK ? Hanya itu yang bisa menyelesaikan problem kalian.
Jadi kalau "kerja" yang kalian jadikan kambing hitam, mari kita lakukan saat ini : ketika libur Lebaran , nggak "kerja" kan? mumpung asisten pulang, anak-anak libur, suami libur pula, mari :)). Mari kalian belajar seperti aku, bikin-bikin macam-macam seperti kami, gimana?
Eh ada juga yang bikin alasan ini: tetep nggak bisa, karena aku baru adaptasi seminggu aku harus mulai "kerja" lagi, jadi tetap nggak bisa.
Hahaha...geli aku mendengarnya. Ya sudah kalau memang maunya sibuk mengasihani diri sendiri. Kuucapkan selamat menikmati acara tahunan ini, selamat bersenang-senang :D. Aku mau ketawa lepas, karena justru pas libur lebaran anak & suami ngumpul di rumah. Menyenangkan.

Tuesday, August 16, 2011

Home Education Liza yang Memerdekakan

Beberapa kali aku ditanya dengan pertanyaan yang sama oleh teman, saudara, bahkan terapis (!) :"Homeschoolingnya Liza masih berjalan?"
Sebetulnya aku kadang heran, maksudnya apa ya pertanyaan itu. Home education yang kupilih untuk Liza kan bukan sekadar mengikuti trend, melainkan suatu pilihan yang dengan sadar kupilih dengan berbagai pertimbangan-pertimbangan. Sehingga sampai kini kami pun sangat menikmatinya. Kenapa?
Karena dengan Home education Liza menjadi "merdeka".
Merdeka karena dia bisa belajar kapan saja ketika minatnya meningkat, tidak dibatasi ruang dan waktu.
Merdeka mempersiapkan tubuhnya untuk proses pembelajaran hari itu: kadang Liza memerlukan waktu untuk berayun-ayun di ayunan beberapa lama, atau mendengarkan lagu-lagu kesukaannya dulu, yang tak mungkin di stop begitu saja demi "jam mulai sekolah". Ketika kebutuhannya ini sudah terpenuhi, Liza akan datang ke meja belajarnya dengan keadaan benar-benar siap plus wajah gembira.
Merdeka memilih "mata pelajaran" yang memang diperlukan Liza.
Merdeka menggunakan materi-materi favorit Liza untuk pembelajaran yang kurang disukai namun diperlukan, sehingga memperkecil penolakan.
Merdeka menggunakan cara-cara yang disukai Liza untuk mempermudah pengertian (biasanya lewat lagu, atau tertulis dengan simple flow chart).
Tentu saja merdeka dari segala macam aturan yang mengatur anak-anak special needs sedemikian rupa seperti di sekolah-sekolah khusus (SLB) yang membuat mereka seperti barang pabrikan :seragam dan masal.
Merdeka menjadi diri sendiri yang unik...(dan sekarang di telinga saya terngiang lagu "Born Free" yang dinyanyikan Matt Monro).

Born free as free as the wind blows
As free as the grass grows born free to follow your heart

Sunday, August 7, 2011

Jus Sayur Buah & Variasinya (Smoothie)

Satu hal yang sebaiknya kita ingat adalah bahwa kebiasaan baik haruslah dilakukan dengan konsisten, sehingga menjadi kebiasaan (bukan beban) dan kita bisa merasakan manfaatnya.
Menyantap jus sayur buah sudah menjadi rutinitas kami di pagi hari untuk mengawali hari (kecuali kami tidak di rumah tentunya). Hasilnya kami lebih jarang sakit, kalaupun sakit cepat pulihnya.
Dengan berjalannya waktu, makin banyak variasi jus yang kubuat. Rasanya menyenangkan minum jus sayur dengan campuran yang berbeda. Coba campur ini, campur itu...surprise!
Ini adalah beberapa variasi yang pernah kubuat. Semuanya bisa dibilang buah dan sayur lokal. Eat locally, think globally.
Bayam, toge, tomat, sawi putih,wortel
dicampur dengan pisang dan nanas
jadinya begini. Manis dan segar.
Pas ada jambu biji merah nih...jadi boleh juga dicampur pisang, pepaya & nanas dan
bayam merah, toge dan kacang panjang
sluurp...:9
Eh...pas dapat kiriman jambu air dari mertua, boleh juga nih, campur caisim, toge dan sawi putih,
pisang dan nanas
ini jadinya.
back to habit: bayam, toge, caisim dan
pisang nanas melon
the sweet green.
another habit: bayam, toge, kacang panjang dan teman karib mereka
si pisang dan si nanas
another greeny :D





Sebetulnya macam variasi masih banyak dan terbuka untuk kita coba-coba. Semoga bermanfaat.