Pages

Thursday, May 29, 2008

17 Agustusan Yang Kedua


Setelah era yang dibantu oleh PRT V, ada seorang teman yang menawari PRT yang mau menginap di rumah, namanya R.
Dari segi kepandaian, karena dia lulusan SD, R jauh lebih pintar dari Narti. Tapi dia belum sampai tahap bisa mengerti Liza (bahkan sampai terakhir dia kerja pada kami). Memang untuk bisa benar-benar mengerti Liza bukan Cuma perlu waktu, tapi juga perlu kemauan untuk mengerti. Jadi akhirnya saya fokuskan R untuk kebersihan rumah dan sesekali menjaga Donna.

R saya ajak ikut ke bandung, ke tempat Liza bermusik. Karena dia berminat sekali untuk bisa main gitar, saya minta tolong guru bermusik Liza untuk mengajarinya sedikit-sedikit agar bisa mengiringi Liza ketika di rumah. Waktu itu guru Liza bermusik sedang bersiap-siap berangkat ke Jerman sekeluarga (dia dan suaminya mendapatkan beasiswa dari Jerman). Lumayanlah, si R bisa gitar dikit-dikit, paling tidak saya pikir bisa untuk ‘mengganti’ acara bermusik dengan guru itu.
Akhirnya guru bermusik Liza berangkat ke Jerman, dan acara Liza bermusik terpaksa di stop (saya juga mendukungnya ke Jerman untuk masa depan yang lebih baik untuk kita semua kelak). Waktu itu saya belum menemukan guru pengganti yang mau menerima keadaan Liza apa adanya. Dan acara ke bandung 2 minggu sekali pun selesai (terapi SI sebelumnya sudah saya pindahkan ke RS Bunda di Jakarta).

Walau saya sudah ada PRT yang menginap, saya tetap tidak bisa mengadakan sekolah sore lagi. Seperti yang saya tadi ungkapkan, R belum bisa mengerti Liza. Jadi sulit bagi saya untuk membagi konsentrasi menjadi pembimbing anak-anak dan shadow teacher untuk Liza.
Tapi pernah sekali saya membawa anak-anak tetangga untuk ber- out bond bersama.

Lalu waktu 17 agustus 2006 sekali lagi saya dan tetangga mengadakan acara 17 agustusan, sekaligus memenuhi janji kami tahun lalu kepada anak-anak. Yang ini persiapannya lebih serius karena pesertanya sangat banyak. Kami dan beberapa orang tua berpatungan membeli hadiah (saking banyaknya sampai harus diangkut mobil). Kami juga siapkan minuman dan penganan kecil. Tetangga saya kebagian mempersiapkan hadiah-hadiah, saya bagian acara. Persiapannya sudah heboh beberapa hari sebelumnya, layaknya akan ada acara kawinan atau sunatan di kampung!
Pembagian golongan peserta lomba jadi lebih banyak, golongan kecil A (paling kecil) dan B (agak gedean dikit), golongan agak besar A dan B , golongan anak besar, lalu golongan para mbak.
Lombanya antara lain : menempel anggota wajah dalam keadaan mata tertutup (untuk para mbak diganti jadi menggambar wajah dalam keadaan mata tertutup), lalu menyusun menara dari bekas rol tissue (sudah berbulan-bulan kami mengumpulkannya sampai terkumpul 1 dus buesaar), dan terakhir merobohkan menara rol tissue dengan cara menggelindingkan balon berisi air ke target masing-masing dengan stick dari kertas Koran yang digulung.
Seru dan heboh sekali, semua berteriak menyemangati anaknya masing-masing, sampai sehabis acara habis juga suara kami.
Seperti biasa Liza ikut golongan kecil A, dan waktu menempel anggota wajah, kami tidak menutup mata Liza (wah..bisa ngamuk berat nanti). Semua orang mengerti.
Dan acara itu ditutup dengan ‘perang balon’ isi air sisa lomba. Capek, tapi memang seru.
Tapi, jika lain waktu saya mendapat kesempatan menyelenggarakan acara sejenis, saya tak ingin menyelenggarakannya sebesar ini lagi (itupun sehabis acara selesai datang seorang nenek yang protes berat karena cucunya kok tidak diikut sertakan, ampuun… lama-lama kami mesti pakai event organizer deh :D). Karena terlalu banyak peserta, waktu penyelenggaraan jadi panjang, dan tentu suasananya amat sangat tidak nyaman bagi Liza (beberapa kali dia kabur masuk rumah). Ramai, lama, panas (hampir jam 12 siang baru selesai). Terlalu banyak orang sehingga hilang rasa kedekatan dan keakraban satu sama lain (terutama anggota bekas sekolah sore), yang seharusnya menjadi ‘nyawa’ dan tujuan acara ini awalnya.
Oleh sebab itu saya juga bilang ke anak-anak, tahun depan gak janji ada acara 17 an, lihat sikon nanti. Dan memang ternyata itu yang terjadi,th 2007 saya tak punya PRT juga tetangga sebelah saya. 17 agustusan 2006 menjadi yang terakhir.

Dan akhirnya anggota sekolah sore yang pernah saya adakan pun berpencar-pencar. 7 anak dari 10 anak anggota sekolah sore pindah rumah (termasuk tetangga sebelah rumah saya). Kok bisa banyak sekali? 3 anak ikut orang tuanya pindah karena masalah ekonomi, 2 anak pindah karena ekonomi orang tuanya membaik, dan 2 anak ikut orang tuanya pindah ke dekat tempat kerjanya.
Saya bersyukur karena sekolah sore yang begitu menyenangkan pernah ada, walaupun sekarang tinggal kenangan tapi saya yakin kenangan yang indah ini akan ada di dalam memory masing-masing anak. Juga mungkin tentang seorang anak special needs bernama Liza. Di mana mereka setiap hari pernah berinteraksi langsung, tanpa kepura-puraan, tanpa paksaan.

Saya berharap kelak di kemudian hari ketika mereka telah beranjak dewasa kenangan masa kecil yang indah ini akan membuat mereka jadi manusia yang lebih peka, lebih bisa menerima manusia lain yang keadaannya berbeda dari mereka dan lebih arif dalam memandang dan menyikapi sebuah perbedaan.
Harapan yang menjadi doa saya, menyertai mereka…

No comments: