Pages

Friday, September 2, 2011

Beda Rumput Beda Reaksi

3 Hari berturutan kami berlibur sekeluarga, 2 hari yg pertama ke Puncak (Kebon Raya Cibodas dan Gunung Mas) lalu mengunjungi Oma di Jasinga. Di ketiga tempat ada rerumputan yg luas untuk kami bermain-main. Liza tidak suka rumput, apalagi menginjaknya dengan telanjang kaki. Tapi biasanya kami bujuk supaya mau melepas sepatunya dan sekedar berjalan-jalan di atasnya. Awalnya biasanya kami ajak Liza berjalan-jalan dulu dengan sepatunya. Yg hari pertama itu, sudah lamaa sekali Liza tak merasakan input taktil seperti rumput/pasir.
Mulanya Liza tidak mau duduk di rumput, minta pangku. Pelan-pelan mau duduk di rumput, lalu kami bujuk & lepas sepatunya. Beginilah reaksi kaki Liza.
Setelah terbiasa, lama-lama Liza bosan cuma duduk-duduk di rumput. Dia tertarik dengan kolam yang tampak di kejauhan. Lalu dia berjalan telanjang kaki sendiri ke situ. "Mau ke mana Liza?" "Berenang!"
Hahahaa...
Waktu kami menginap di Gunung Mas, rumputnya juga sehalus di Kebon Raya Cibodas (walaupun baru saja dipotong). Kami ajak Liza berjalan-jalan telanjang kaki. Merasakan rumput yg dibawah naungan terasa dingin dan basah embun, sedangkan yg terkena matahari terasa lembut dan hangat. Liza mau, walau sesekali dia bilang "Mau bobo di kamar".
Kami juga ajak Liza merasakan sensasi yg lain : berjalan di rerumputan yg bertaburan dengan daun-daun kering. Liza baik-baik saja, walau kalau boleh memilih dia akan cari jalan yg mulus lalu kembali ke kamar.

Tapi waktu kami ajak berjalan di rerumputan di Jasinga, tempat Omanya bekerja, yg terjadi adalah sebaliknya :Liza marah dan nangis! Padahal prosedurnya sama seperti waktu pertama di Kebon Raya Cibodas.
Liza tidak suka rumputnya. Rumputnya rumput gajah mini yg tumbuh bergerombol kecil-kecil, sehinga tanah tidak benar-benar rata berumput seperti hari-hari sebelumnya.
Liza marah & nangis.
Beda rumput beda reaksi. Mungkin juga ketambahan hawa yg panas di Jasinga, tidak sedingin di Puncak?
Bagi yg bingung, ini disebut Defensive Tactile :
Children who have tactile defensiveness are sensitive to touch sensations and can be easily overwhelmed by, and fearful of, ordinary daily experiences and activities.

Sensory defensiveness can prevent a child from play and interactions critical to learning and social interactions.

Often, children with tactile defensiveness (hypersensitivity to touch/tactile input) will avoid touching, become fearful of, or bothered by the following:

textured materials/items
"messy" things
vibrating toys, etc.
a hug
a kiss
certain clothing textures
rough or bumpy bed sheets
seams on socks
tags on shirts
light touch
hands or face being dirty
shoes and/or sandals
wind blowing on bare skin
bare feet touching grass or sand
Ini merupakan bagian dari sensory-processing-disorder.

2 comments:

deardevi said...

esepertinya aku juga punya masalah ini yaa :p aku ga bisa tidur di seprei yang kusut. Aku terganggu banget, kakiku sibuk 'menyetrikanya'.. Makanya kalo anak2 udah naik ke ranjangku dan main di situ.. hadoohh... dijamin malemnya aku kudu tarik2 itu seprei biar lurus dan rata. :p
thanks for sharing...

https://drawingofmind.blogspot.com said...

YW Dev
Sebetulnya banyak orang punya masalah spt itu, yg penting ketika masalah itu datang kita tidak merasa overload dan kita punya cara untuk mengatasinya :)