Foto ini adalah piala ke -12 di usia Donna yg ke 10. Pialanya cuma ada 2 macam, dari kompetisi Story Telling 3 buah dan sisanya dari Kompetisi Piano. Ada yang juara 1, 2, dan harapan. Ada juga 5 ijasah piano internasional dari ABRSM (4 with distinction, 1 with merit).
Dan aku pun merenung, apa artinya itu semua, terutama untuk Donna sendiri.Piala pertama didapat ketika usianya baru akan menginjak 7 tahun. Langsung jadi juara pertama, alias veni vidi vici di sebuah kompetisi di sekolah musiknya sebagai peserta termuda. Aku terus terang agak kaget. Selama latihan persiapan tentu ada masa ngambek, marah, nangis seperti layaknya anak-anak seusianya, walau keikutsertaannya adalah atas kemauannya sendiri setelah ditawari guru pianonya. Dan kejuaraan kedua yang diikutinya adalah suatu kompetisi tingkat nasional, yang tentu saja sangat berat , beda jauh bobotnya dari kompetisi pertama yang dia ikuti. Malam sebelum kompetisi dia stress berat, tidak bisa tidur semalaman bahkan entah apa yang dilakukannya sehingga banyak guguran rambut di bantalnya :(. Dan hasilnya seperti yang kita duga, dia kalah bahkan sebelum bertanding. Dia merasa bukan siapa-siapa. Aku tahu, sangat tidak mudah mengalami hal seperti ini, dua situasi yang sangat kontras.
Tapi ternyata dia tidak kapok, dia ikut lagi ketika ada yang menawari ikut suatu kompetisi. Di pertandingan yang sama tahun depannya, dia entah bagaimana, mematikan rasa nervousnya, tapi juga berakibat ketika memainkan lagu di panggung lagunya menjadi terdengar datar saja, tanpa emosi :) dan tentulah kalah lagi :D
Begitulah, dari beberapa lomba yang diikutinya, aku merasakan kerja keras dan jatuh bangun Donna, juga tiap proses pendewasaan yang dia alami. Banyak yang menghasilkan piala tapi ada juga yang tidak. Donna bilang, perasaan bangga ketika bisa meraih tempat pertama dari suatu kompetisi, sangatlah "nagih". Itulah kenapa dia bilang ingin selalu ikut kompetisi yang ditawarkan. Pasang surut emosinya, nge-blank di atas panggung, kekacauan karena terlalu banyak hal yang dia ambil, itu yang dialaminya. Di sisi aku, menyemangati sampai juga habis kesabaran hahaha panjang sekali dan sangat emosional ...
Kata-kata Donna antara lain:
"... I will never ever join bla bla bla again for the rest of my life!"
"I hate bla bla bla..."
Dan kata-kataku kalau kesabaranku habis antara lain:
"Siapa suruh ikut lomba ini itu bla bla bla..."
"Jangan ikut lomba lagi ya, bikin pusing!"
Di akhir tahun 2014 ini aku melihat Donna mulai lebih relistis, tidak main ambil semua kegiatan yang dia mau ikuti. Dia sadar, waktu dan tenaga seseorang ada batasnya, dan ketika dipaksakan yang ada adalah kelelahan fisik mental, sakit, nge-blank, banyak kegiatan jadi kacau. Berusaha menikmati setiap kegiatan tanpa meninggalkan kerja keras, No Pain No Gain. Dan dia menyadari di atas langit ada langit, tak perlu pamer berlebihan. Tidak pula malu mengakui semua kegagalan dan jatuh bangun yang dia alami :). Seperti ketika sahabatku Karin bercerita putrinya sempat ngambek di konser piano pertamanya, Donna gak malu-malu lagi bilang "I did it, too!"
Mustinya menurutku sih gak "did", tapi "do" karena sekarang pun kadang masih ada ngambeknya walau frekwensi dan durasinya sudah sangat berkurang jauh hahahaha...eh tapi dia protes kalau dibilang ngambek sekarang ini, katanya itu bukan ngambek, cuman mengeluh :P
Dan di sisi aku sendiri, aku pun belajar sangat banyak dari semua hal itu. Semoga aku juga bisa mengerjakan peer-peerku sendiri sebagai ibu yang masih banyak ketinggalan, sambil berlari-larian dari satu pole (Liza) ke pole satunya (Donna). Ngos-ngosan...