Pages

Showing posts with label Daily Life. Show all posts
Showing posts with label Daily Life. Show all posts

Wednesday, October 4, 2017

Any Cozy Place could be Our Classroom

Donna has been joining a private literature & academic writing class since last month.  So on Wednesdays we always go to Donna's English class in the late morning, having lunch out then directly to her flute class. When Donna is having her English class, Liza also has her "class" as I usually bring a folding desk and some learning materials.
As homeschoolers, any cozy place could be our classroom ^^


Before & after lunch, our table in the restaurant could be Donna's desk

Monday, June 12, 2017

From Charlotte Mason's Formation of Character









Written by Indonesian Charlotte Masoner,  Ellen Kristin, this article reminds me what my kids' paediatrician and psychologist said years ago. That kids should stay close to Nature. Animals and Plants are parts of Nature.

Friday, June 9, 2017

Mother Culture

My HSer friend, Maria wrote this enlighten article about qualified Me Time, Mother Culture. It's not easy to provide Me Time among zillion to-do-list. From preparing balance diet meals for my family,  supporting my kids activities (from training self help etc etc  for my eldest, to piano - trigonometry - flute etc etc for my youngest), to my illustration job deadlines. Plus Jakarta's traffics that really sucks :(
Mother Culture is now written in my to-do-list. Me Time is not a sin. Because unhappy mother could be a "monster".
Here what she wrote. Thanks a lot Maria.

Saturday, April 16, 2016

Discipline and Self Control

This is one of 20 Charlotte Mason's principles in education. I'm not a Charlotte Masoner, but somehow, I agree with this principle. Well, not only this one, but many of them.

"We train a child to have a good habits and self-control." 
For Donna, this means that she has to control herself in using her cellphone. So, we have an agreement. If she couldn't control her time in using her gadget, she could use her cellphone only once a week (on Saturdays). The better self-control,  the more days she could use her cellphone (2 days in a week, then 3 days a week and so on).  If her habit back to uncontrolled, she will back to once a week again.
So far this way help her much. However, without her cellphone, she still can use her desk computer to learn , connect to the world and have fun. The special thing about this desk computer compare to her cellphone is, that this tool stay in a specific place, so it won't be anytime anywhere stay besides her. 

And of course as her parents, my husband and I show a good example for her. We show her that a cellphone is only a tool that help us, so we are not under cellphone addiction.



Tuesday, February 9, 2016

Plastic Micro Beads in Our Personal Care

 I was shocked knowing that most of our face & body scrub contain plastic micro beads instead of natural ones. They are washed directly down the drain and into our water systems, where they harm our waterways and the animals that live there. It is one of the most dangerous sources of plastic pollution, because they could be consumed by the animals.
We can choose natural scrub instead, like the inside part of lemon or lime skin, coffee grounds, sugar & salt, etc. You can find many natural recipes from Google.
Here is the article I read about the plastic micro beads http://www.5gyres.org/microbeads/

Thursday, January 21, 2016

Personal Thought di Awal Tahun

*Dalam Bahasa Indonesia, karena ini masalah yang ada di dalam kepala & hatiku, gerundelanku.

Sudah lama aku bertanya-tanya, mengapa teman-temanku yang kukenal, juga saudara-saudaraku ada banyak sekali yang bisa punya waktu luang.
Mereka bisa pergi main, berkali-kali "reuni", ketemuan (you name it) dengan teman-teman lama. Dari tingkat SD, SMP, SMA, bangku kuliah, teman bekas satu kost, sekota dst. Aku baru sekali ikutan, dan tidak bisa hadir untuk belasan lainnya. Ada yang sinis menuduh aku sombong, tidak mau meluangkan waktu untuk teman-teman lama dst. Well...
Kalau misalnya pada waktu ada acara ketemuan dengan teman-teman lama, pada saat itu anak kalian pas jamnya audisi di suatu tempat, mana yang akan kalian pilih? Kalau aku dan suami jelas pilihannya: anak kami.
Ada pula banyak pertemuan model lain, pertemuan dengan orangtua bekas teman-teman sekelas Donna. Dengan judul "anak-anak ingin ketemu, kangen". Iyakah? Itupun kami tidak bisa ikut.
Juga ketemuan dan acara-acara untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Sudah belasan tahun kami absen.
Ada pula beberapa family gathering, atau kondangan, baik ulang tahun maupun kawinan. Banyak sekali yang kami tidak bisa datang.
Media sosial? Tidak terlalu aktif. Makanya aku berusaha menolak kalau diajak masuk grup-grup di MedSos, apalagi yang tujuannya tidak jelas. Tanpa bermaksud menyerang siapapun, pernah aku dimasukkan grup yang isinya OMG, banyak sampahnya daripada isinya. Dalam hal ini aku sangat selektif.
Jujur, aku tidak tahu lagi bagaimana memadatkan jadwal yang sudah padat ini. Bahkan seringkali kesehatanku sampai terganggu karena kekurangan waktu istirahat (baca: tidur) saking banyaknya hal dan urusan yang harus kukerjakan. Mulai dari urusan rumah tangga tanpa asisten totally. Homeschool Liza, supporting Homeschool Donna, dan kerjaan sebagai freelance illustrator. Senin sampai Minggu. Nonstop. Dan walau begitupun aku masih berusaha selalu untuk belajar, berusaha meng-up grade diri, sekecil apapun.
Pernah juga saking lelahnya aku tertidur ketika sedang nyetir di tengah kemacetan, dengan hasil nubruk mobil di depanku :(  Serem sekali karena aku bawa anak-anak.

Untungnya hubunganku, suami dan anak-anak sangat dekat. Setiap ada waktu, yang aku inginkan hanya menikmati dan berkegiatan bersama mereka. Bukan dengan lainnya. Nyaris ke mana aku pergi, mereka ada bersamaku.
Jadi kesimpulanku, semua orang memiliki waktu yang sama, 24 jam sehari. Pemakaian dan pembagian waktu tergantung pilihan individu. Berjejaring dan berkawan tanpa pandang bulu memang penting. Tapi di atas itu semua, tetap First Thing First. Dan bagiku itu berarti keluargaku, dengan satu anak berkebutuhan khusus dan satu anak lagi yang as busy as a bumble bee.



Tuesday, July 28, 2015

Random of Thoughts

I try my best to:

--> find balance among homeschooling activities, work and keeping a home
--> spend every free minute of the day for learning, writing and illustrating


... by the Grace of God.




Thursday, April 9, 2015

World Book Day

World Books Day is a yearly event on 23 April , organised by UNESCO. 
Talking about books, this is the book that Donna is reading now (it was her 11th birthday present last month) : " I Am Malala".
The book brings her to many new things, one of them is about Sunnis and Shia. Lucky me surrounded by some kind & open minded moslem friends. I asked their help in answering Donna's questions, and even Donna had a nice chat with one of them, Moi Kusman, last night. 

And let me share this quote, for there are many parents I knew, ask their kids to read books as if it's a chore/task. For us, reading good books is a pleasure time, a gift and a need.

“Reading should not be presented to children as a chore or duty. It should be offered to them as a precious gift.” — Kate DiCamillo




Sunday, March 29, 2015

Batu-batu Awal Story Stones


Inilah taman mungilku yang kuubah sedikit awal Januari 2015 lalu. Kolam kura-kura diperbesar karena kura-kura kami tumbuh membesar, dan ketambahan pula 2 ekor kura-kura dari orang yang sudah tak mau memeliharanya lagi. Karena area tanam menyempit, kusebar batu-batu putih di atasnya, supaya tampak lebih luas dan terang, sekaligus menjadi area kering untuk kura-kura.
Dari batu-batu putih itulah aku mendapatkan ide untuk melukisnya dan menjadikannya alat bercerita bersama anakku. Awalnya aku memakai batu taman yang agak besar. Tapi kemudian terpikir untuk membuatnya dari kerikil yang kecil (diameter sekitar 1-2 cm), supaya mudah dan ringan dibawa ke mana saja di dalam tas tangan. Harapanku akan ada banyak orang tua yang membawanya ketika sedang bepergian bersama anak mereka dan menggunakannya sebagai alat permainan yang interaktif (dan meminimalkan penggunaan gadget pada anak-anak). 
Terus terang, melukis di batu sekecil itu perlu usaha ekstra dibanding di batu yang berukuran lebih besar, pegeel :D
Tapi demi impianku agar lebih banyak anak yang terselamatkan dari kecanduan gadget, aku lakukan juga pembuatan story stones yang kecil-kecil ini.


Sunday, March 15, 2015

Steve Jobs Was a Low Tech Parent

Judul itu aku copy paste dari berita yang ditulis oleh wartawan NYTimes.com. Banyak yang terkejut membacanya. Tak disangka Steve Jobs, orang di balik sukses perusahaan komputer terkenal seperti Apple, justru tidak mengijinkan segala macam peralatan high tech di rumahnya untuk digunakan oleh anak-anaknya. Dan bukan hanya Steve Jobs saja, tapi beberapa pemimpin dan pendiri perusahaan yang tergolong High Tech juga melakukan pembatasan yang amat ketat terhadap penggunakan gadget dan screen untuk anak-anak mereka. Mereka tahu bahaya penggunaan gadget yang berlebihan pada anak-anak mereka. Jadi apa yang dilakukan oleh Mr Job di rumah bersama anak-anaknya?
Aku kutip sedikit di sini:
“Every evening Steve made a point of having dinner at the big long table in their kitchen, discussing books and history and a variety of things,” he said. “No one ever pulled out an iPad or computer. The kids did not seem addicted at all to devices.”
Atau selengkapnya bisa baca di sini.

Bagaimana di rumahku sendiri? Aku & suami sampai saat ini bangga tidak punya gadget, kecuali PC di rumah dan Handphone model jadul tanpa internet. Demikian pula dengan anak -anak kami, no gadget. Entah ke depannya bagaimana, tapi sampai saat ini kami bangga dengan hal itu. Jadi ketika kami pergi bersama sekeluarga, jarang sekali kami sibuk dengan gadget masing-masing. Kami bisa bebas ngobrol, bergurau dan berdiskusi bersama. Hp ada hanya untuk berkomunikasi seperlunya. Miris melihat anak2 bahkan batita pun sudah disodori gadget untuk membuat mereka "anteng" dan "tidak mengganggu" orang tua mereka. Waktu yang sangat sebentar bersama anak-anak bukannya dipakai untuk memperkuat ikatan batin dan berdiskusi hal-hal yang penting untuk tumbuh kembangnya kelak, malah dianggapnya anak-anak itu "pengganggu". 
Kira-kira bagaimana ya generasi yang sudah dicekoki gadget ini kelak memperlakukan orang tua mereka yang sudah uzur ? Apakah kira-kira mereka akan terganggu dengan kehadiran orang tuanya yang "mulai merepotkan"? Dan sebagai pengganti kehadiran diri, mereka mengirimkan gadget terbaru untuk orang tua mereka, biar orang tua mereka "anteng"? Mungkin juga plus mengirim "nanny" (yang tentunya juga sibuk main gadget, seperti yang mereka dapatkan selama mereka menjalani masa kanak-kanak)? . Entahlah...
Kami sendiri di rumah tidak totally screen free. Kami selama ini memakai PC untuk bekerja dan belajar. Sebagaimana sifat PC itu sendiri yang tidak bisa dibawa ke mana-mana, hanya bisa digunakan di tempat tertentu dan waktu tertentu, sehingga di waktu selebihnya kami lebih bisa berinteraksi penuh sebagai manusia nyata.

Just my two cents.

Friday, March 6, 2015

Snack Buatan Sendiri untuk Mengurangi Sampah Plastik

Terus terang tidak selalu ada waktu untuk membuat camilan sendiri di rumah untuk memberikan asupan sehat plus mengurangi sampah (seperti kantong plastik dan kemasan plastik). Beberapa yang sering kubikin antara lain : Guacamole (alpukat, air lemon, tomat, bawang merah, garam, olive oil, kemarin bikin ini :D)
banana muffin (kalau pas ada pisang yang terlalu matang), macam-macam puding sayur (labu kaboca, wortel), puding cokelat, pancake, bubur sum-sum (snack hari ini), kacang ijo, bubur mixed grain, dan beberapa kue-kue yang gampang. Dan minuman macam kunir asem atau berbahan kencur. Begini hasil kunir asemku:


Kalau tidak sempat bikin ya beli :D , maklum doyan makan semua di sini. Sering aku menitipkan wadah untuk mewadahi pesananku itu, atau pinjam wadah mereka yg langsung kukembalikan begitu pesanan bisa kupindahkan ke wadahku sendiri, setidaknya mengurangi sampah plastik dan "No Styrofoam". Maklum, waktu terasa hilang entah ke mana cepat sekali. Dan hal-hal seperti ini menyita waktu yang lebih dari lumayan --> menyiapkan bahan-bahan, memasaknya, lalu mencuci semua peralatan bekas pakai.
Dan sekarang aku mau mengoven kue cokelat, simple Nutella choco cake, yg bahannya hanya Nutella dan telur ayam, karena bubur sum-sumnya sudah amblas huaa....cepet amat habisnya. Berkejaran antara yang makan dan yang bikin.


Thursday, March 5, 2015

Lama tak Update dan si Batu Bercerita

Sudah lama sekali ternyata aku tidak menulis di sini. Selain kesibukan sehari-hari mengurus rumah dan membantu Liza belajar, juga sesekali mengerjakan ilustrasi untuk anak-anak. Dan yang terbaru adalah Story Stones alias Batu Bercerita.



Awalnya adalah ketika aku mengganti penampilan taman super mungil di depan rumahku. Kami ingin memperluas kolam kura-kura yang sudah ada dikarenakan sudah terlalu kecil untuk kura-kura kami yang tumbuh makin besar. Apalagi dapat limpahan 2 ekor kura-kura yg lebih besar lagi (pemiliknya sudah tidak mau piara mereka lagi ). Dan itu membuat area untuk tanaman yang sudah super sempit menjadi lebih sempit lagi. Maka kuputuskan untuk mengganti area tanam yang sempit itu dengan hamparan batu kerikil (besar dan kecil) warna putih, dan menjadi area untuk kura-kura berjalan-jalan keluar kolam. 
Setelah selesai, melihat beberapa batu yang mulus dan putih itu kok aku jadi merasa melihat kanvas. Maka iseng-iseng kupilih beberapa yang besar lalu kugambari dan kuwarnai. Jadinya cantik juga. Lalu aku dan Donna bermain bergantian bercerita menggunakan batu bergambar itu, seru sekali sampai kami tertawa terbahak-bahak. Dan terpikir, kalau batu-batunya lebih kecilan seukuran 1-2 cm saja, mungkin bisa dimasukkan dalam satu kantong kain kecil, lalu bisa dibawa ke mana saja dan bisa dimasukkan ke dalam tas tangan sebagai alat untuk bermain dan bercerita di mana saja dan kapan saja. Terbayang di ruang-ruang tunggu (entah di bandara, rumah sakit, apotik, bioskop, stasiun, mana saja) anak-anak bisa asik bermain batu-batu ini dengan ibunya, penjaganya atau dengan teman lainnya. Bandingkan dengan pemandangan yg sering kita lihat selama ini: ibunya atau penjaga anaknya asik main gadget, atau melototi tayangan sinetron atau infotainment, dan anak-anaknya pun jadinya tanpa punya pilihan ikut main gadget atau ikut menatap layar TV :(
Maka ketika ada teman dari Klub Oase menawarkan untuk dijual di suatu acara seminar mereka, aku girang sekali. Mungkin ini saatnya aku bisa berkontribusi untuk mengubah pemandangan yang bikin senep (hahaha apa ya padanannya...oh iya, pemandangan yang bikin sebal) di ruang tunggu yang selama ini kulihat, dengan sesuatu yang lebih baik. Maka ngebuuutlah aku waktu itu membuat beberapa kantong untuk dijual di acara itu.

Dan ternyata peminatnya lumayan banyak. Semoga makin banyak pula orang tua yang mulai menyadari bahwa waktu dengan anak-anaknya tidaklah banyak sebelum mereka akhirnya "terbang meninggalkan sarang". Jangan tukar waktu itu dengan hal lain yang, sebetulnya kita semua tahu, tidak penting.
Bagaimana sih bermain dengan batu bercerita itu? Lihat di sini.



Thursday, October 2, 2014

Bulan September yang Sibuk

Bulan September 2014 yang baru lalu sungguh bulan yang hectic.
Di sisi Donna, dia ada ujian Royal Theory grade 3, kompetisi piano Petrof yang ke 6, ujian ICAS (dari sekolah) plus term exam (ujian term sekolah/mid semester). Dan seperti biasa, menjelang ujian sekolah, bertumpuk pula deadline semua project dan unit test. Semuanya perlu persiapan yang serius dan semuanya perlu waktu dan tenaga serta fokus tersendiri. Masih untung kompetisi piano Indonesia Piano Competition dibatalkan karena tidak dapat sponsor, dan ada satu lomba piano duet yang kuminta Donna batalkan. Kalau tidak, bisa benar-benar runyam. Saking lelahnya, sempat beberapa kali di sesi latihan Donna "nge-blank", tiba-tiba stop di tengah-tengah memainkan lagu untuk kompetisi, karena lupa notnya! Kurasa otaknya pun penuh dan lelah selain fisiknya yang akhirnya kena flu dan batuk. Hari ini hari terakhir term examnya. Besok dia ada field trip dengan sekolah.
Untungnya dia sudah menyadari betapa penuhnya semua yang ingin dan harus dilakukan di bulan ini, sehingga dengan sukarela dia menunda beberapa online course yang ingin dia ikuti yang mulainya bulan September ini.
Di sisi Liza, dia sudah beberapa bulan sering mengalami tiba-tiba muntah dan tiba-tiba diare tanpa sebab yang jelas. Dan adalah tidak mungkin memerikasakan ke dokter. Dia menolak diperiksa dokter apapun. Tak akan ada dokter yang mau melakukan pendekatan berbulan-bulan hanya agar supaya Liza mau diperiksa. Bahkan dokter keluarga kami yang sudah tahunan menjadi langganan keluarga kamipun tidak bisa memeriksa Liza dengan baik.  Sulit memang. Ditambah lagi trauma dengan pemaksaan untuk diperiksa (sejak kecil dipaksa untuk diperiksa, karena keadaan).
Kalau muntah, Liza seperti bayi, akan diam saja di tempat. Jadi muntahan bisa tersebar di mana dia sedang berada, kasur, mobil, mana saja. Jadi yah begitulah, aku & suami ketambahan kerjaan bersihin hasil muntahan dan juga... kadang diare yg Liza gak sanggup tahan sebelum lari ke toilet. Untungnya untuk diare, Liza ada refleks untuk lari ke toilet.
Aku sendiri jadi flu dan batuk. Berhubung punya bakat asma, sakit batuk itu jadi sungguh  menyiksa. Apalagi sedang ada kerjaan ilustrasi, baik yang berbayar maupun yang amal.
Sungguh bulan yang penuh warna. Aku sampai bingung, kok tiba-tiba bulan September sudah habis, harus balik kalender. Perasaan belum lama baru awal September.
Untunglah yang lomba piano Petrof ke 6 Donna dapat juara 1. Hasil lainnya masih harus menunggu.
Sambil berjaket karena flu :D

Bersama guru pianonya, Ms Grace Visca.




Friday, April 11, 2014

Tawon dan Ulat (yang kulihat pagi ini)

Entah mau diapakan larva ngengat ini oleh si tawon. Setahuku tawon tidak makan daging.
Wikipedia:
Mayoritas tawon adalah herbivora yang memakan material tumbuhan seperti buah dan nektar.  Sebagian lainnya seperti tawon raksasa Jepang (Vespa mandarina) adalah omnivora yang juga hidup dengan memakan daging dari serangga lain. Mereka tidak memiliki enzim pencerna khusus pada tubuhnya sehingga tidak bisa mencerna daging mangsanya secara langsung. Untuk mengatasinya, mereka memberikan potongan daging pada larvanya. Larva yang menghasilkan enzim pencerna protein ini akan mengunyah daging tersebut, lalu memuntahkannya kembali kepada tawon dewasa.


Berusaha mengangkat tubuh si ulat berkali-kali.


Akhirnya si ulat di tinggalkan dalam keadaan setengah mati.

Tawon membantu petani karena meletakkan telur-telurnya sebagai parasit di dalam tubuh serangga yang tergolong pest insect.

Monday, March 3, 2014

...as Children's Book Ilustrator

Sudah lama juga rasanya aku tidak meng-update blogku yang ini. Semenjak mulai bekerja sebagai ilustrator profesional untuk buku anak - anak freelance memang waktuku benar-benar tersedot habis. Untungnya aku suka sekali menggambar, jadilah pekerjaan tambahanku ini bisa juga dianggap sebagai "Me Time".

Menggambar adalah hobiku sedari kecil. Hanya saja tidak berlanjut ke manapun karena waktu itu tak seorang pun tahu, apa sih keistimewaan dari kebisaanku menggambar itu. Dan lagi pula keadaan perekonomian kami waktu itu yang sangat mepet membuatku tak punya alat atau bahan menggambar apapun, selain pinsil dan kertas bekas pembungkus sebagai "buku gambarku".
Ada saat di mana aku tidak tahan untuk tidak menggambar, apalagi ketika jaman SMP, jaman 'memberontak' ABG. Aku memilih duduk di kursi paling belakang, dan sibuk menggambari bagian belakang dari buku tulisku, tidak menghiraukan guru di depan kelas. Untunglah semua nilaiku baik jadi tidak ada masalah.
Tapi apa boleh buat, karena tidak tahu pekerjaan apa yang bisa menghidupiku dengan kebisaan menggambar itu, aku mulai serius belajar lagi ketika SMA, sampai melanjutkan kuliah Teknik Sipil. Gambar menggambar pelan-pelan terkubur semakin dalam.
Ketika punya anak Liza, aku perlu menggambar sedikit-sedkit untuk alat bantu belajar secara visual. Ada juga menggambar agak banyakan ketika menghias rumah kardus untuk anak-anak.

Kebetulan ada kardus bekas di kantor suamiku yang cukup tebal dan kokoh.
Gambar kubuat di kertas-kertas bekas sisa dari kantor yang masih putih di sebaliknya. Lalu kutempel di sisi rumah kardus bagian luar. Alat gambarnya pun hanya memakai sisa crayon dan pinsil warna punya Liza, yang tidak lebih dari 12 macam warna.
Gambar di rumah kardus ini kubuat tahun 2004, 10 tahun yang lalu. Rumah kardus ini sudah lama dibuang karena mulai rusak. Maklum anak-anak tetangga yang "sekolah sore" di rumahku suka sekali main di dalam rumah kardus ini, termasuk dipanjat atapnya, keluar masuk lewat pintu maupun jendelanya...dan tak lama pun jebol hahaha.
Untung masih sempat kufoto untuk kenang-kenangan.
















Baru di tahun 2012 yang lalu aku mengenal menggambar secara digital untuk ilustrasi. Mataku seperti dibukakan lebar-lebar: bahwa ada profesi yang terhormat dari kemampuan menggambar ini. Menjadi Ilustrator. Akunya sendiri suka menggambar, dibayar, dan bisa dilakukan tanpa meninggalkan rumah dan anak-anak (walau jumpalitan gak karuan mengatur waktunya, mengatur rumah sekaligus mendidik Liza di rumah tanpa ada asisten satupun, kecuali suamiku yang sangat suportif ini).

Beginilah meja kerjaku sekarang ini:
Aku masih jauh dari sempurna, masih harus terus belajar, sharpen my saw, terutama mengatur waktu dan menyeimbangkan kegiatan agar anak dan suami tidak terlupakan. Masih akrobatik tiap saat nih sekarang ini.

Beberapa waktu lalu ada kenalan yang telpon, basa-basi nanya sekarang kegiatanku apa selain ngurus anak.
Kujawab nyambi jadi ilustrator anak. Dia nanya apa itu ilustrator. Padahal usianya jauh lebih muda dariku, ternyata gatau apa itu ilustrator. Kemane ajee...
Katanya, mending gitu dari pada gak ngapa-ngapain di rumah.
Whaaat??? Gak ngapa-ngapain di rumah?
Padahal dia sering lihat Liza seperti apa
Padahal anak dia cuma satu, 11 tahun, tapi kalau gada pembantu bisa mengeluh panjang lebar
Padahal anaknya bukan special need 
Padahal anaknya bukan Homeschooler
Padahal....
Biarpun sewot tapi waktu itu aku gak jawab, sayang waktunya, mending kembali ke meja kerjaku ^_^

Friday, April 19, 2013

Jatuh Cinta pada Compost Art

Sudah beberapa bulan ini aku jatuh cinta dengan yang namanya Compost Art. Apa itu Compost Art?
Temanku, Ines Setiawan, adalah yang pertama kali menciptakannya, lalu menyebarkannya via Facebook.
Ini adalah kegiatan  merangkai calon kompos, alias calon sampah menjadi suatu bentuk karya seni. Sampah itu bisa saja berasal dari dapur macam kulit buah atau  potongan sayur yang tak terpakai, atau bisa juga berasal dari kebun. Hanya dirangkai & disusun saja, tanpa lem apalagi pengawet. Karena tujuannya adalah memilah sampah untuk dijadikan kompos, namun si sampah diberikan kesempatan mejeng sejenak dan diabadikan lewat foto, baru menuju pembuangan/komposter.

Ternyata kegiatan ini membuat diriku kecanduan. Bagaimana tidak, materialnya gratis, non toxic, dan tidak memerlukan waktu lama, tak memerlukan tempat penyimpanan. Aku dan beberapa teman aktif mengunggahnya ke Facebook. Dan demikianlah bola salju menggelinding, makin banyak yang tertarik ikutan. Dan tgl 13 April 2013 kemarin kami diundang oleh Green Building Council Indonesia untuk ikut dalam acara mereka di Jakarta Convention Center. Maka itulah pertama kali kami "go public" secara lebih "resmi" lewat acara Compost Art exhibition & workshop.

Salah satu karyaku adalah :
Yang lainnya bisa dilihat di sini, dengan kategori Compost Art


Wednesday, May 30, 2012

Menyusun Menu Seminggu Sekali

Awalnya ada teman yang menanyakan bagaimana & apa menu kami yang saya susun untuk seminggu. Lalu tak lama keluar statusnya di dinding Facebooknya, bahwa menyusun menu harian seperti yang dia lakukan adalah lebih demokratis.
Saya merasa aneh. Apa hubungannya ya antara menyusun menu mingguan dan harian dengan demokratis/kurang demokratis?
Menurut cara pandang saya, demokratis adalah kalau kita mau mengakomodasi pendapat dari "warga kita", dalam hal ini anggota keluarga. Jadi selama pendapat para anggota keluarga diakomodasikan, tak ada masalah, mau menyusun menu harian, mingguan atau bahkan bulanan.
Kenapa saya menyusun menu secara mingguan? Karena hal itu memudahkan saya untuk mengatur pengeluaran, mengatur jenis makanan supaya berimbang dan menghemat waktu (karena waktu untuk memikirkan menu "besok masak apa ya" setiap harinya bisa saya reduksi, berdasarkan pengalaman saya sejak menikah). Menu seminggu itu maksud saya senin-jumat, hari sabtu dan minggu bebas. Kadang makan di luar, kadang menu surprise, kadang beli, kadang masak yang agak ribet, dsb.
Saya yang memiliki 2 orang anak, dengan satu anak SN (yang juga menjalankan pendidikan rumah) dan tanpa ada bantuan dari asisten maupun anggota keluarga lain kecuali suami saya (yang musti ngantor pagi sampai malam) sangat merasakan efisiensi waktu karena masalah masak ini bisa diorganisir dengan baik.
Anak-anak tentu boleh berpendapat mau dimasakkin apa untuk menu minggu depan. Dan saya tinggal menulis bahan yang musti saya beli, dengan membagi dua atau tiga kali belanja (yang bisa diantar oleh tukang sayur pasar langganan saya).

Contohnya Liza:"Mau makan semur daging!". Mantap dan luar biasa kan anakku yang SN ini ;)
Kesukaannya selain Semur Daging dengan sayur Terong, adalah Jagung.
Tapi tak mungkin kan saya menuruti dalam menu itu cuman semur daging dan jagung secara terus menerus. Sangat tidak seimbang gizinya.
Jadi bisa saya janjikan "Semur Dagingnya bulan depan lagi ya...Gantinya Liza boleh pilih masakan A atau masakan B? atau lainnya?" dst.
Di sini mereka belajar tentang menu yang seimbang, baik sumber protein maupun jenis sayurnya.

Donna :"Aku mau makan ikan goreng".
Saya :"Oke, nanti kita tunggu kalau tukang ikan langganan kita bawa ikan yang segar dan tidak terlalu mahal ya. Kalau sampai hari H yang kita tentukan untuk makan ikan goreng itu tukang ikan tidak datang (mungkin karena sedang musim angin barat sehingga tak ada ikan) enaknya diganti apa? Telur goreng? Tempe tahu goreng? Tapi nanti kalau lewat hari H tukang ikannya bawa ikan yang segar & terjangkau, pasti mama belikan, untuk hari sabtu/minggu ya."
Yang ini mereka belajar membuat plan A dan plan B. Kalau tidak ada A, bisa pakai B dengan nutrisi yang sama.

Ada bagian dari menu seminggu itu yang saya putuskan sendiri.
Di sini mereka belajar menerima keputusan orang lain, makan dengan penuh syukur apa yang ada di meja.

Mereka belajar bahwa tidak setiap saat semua keinginan mereka bisa dikabulkan, tapi masih bisa makan dengan baik, itu anugerahNya yang layak disyukuri. Mereka tumbuh menjadi manusia yang makannya tidak rewel, non picky eaters. Dan mereka pun tahu kenapa keinginan mereka tak terpenuhi, apa penggantinya yang setara, bagaimana mengelola kekecewaan dan juga belajar bersabar menunggu terpenuhinya keinginan itu.

Jadi memang tidak ada hubungannya antara demokratis atau tidak, dengan berapa lama sekali menyusun menu.

Saturday, May 19, 2012

Carrefour Green Bag

Sudah beberapa tahun aku nyaris selalu membawa tas belanja sendiri dari rumah, untuk mengurangi sampah plastik yang kudapat dari tas kresek. Itu adalah salah satu langkah Go Green kami , yang konsisten kami lakukan. Salah satu tas dari kain yang kami pakai adalah yang kami beli di Carrefour, yaitu Carrefour Green Bag. Kami punya dua yang terbuat dari kain dan satu yang terbuat dari plastik. Yang terbuat dari plastik sudah lama jebol dan yang terbuat dari kain pun belum lama ini jebol juga. Sayang program penukaran tas (yang waktu itu dibilang seumur hidup tas boleh ditukarkan kalau rusak) sudah berakhir tahun lalu, jadi tak bisa ditukarkan lagi. Yang terbuat dari plastik selain untuk belanja di Carrefour aku juga pakai untuk belanja di pasar. Dan kemudian setelah itu ada beberapa ibu yang mengikuti langkahku dengan membawa tas belanja sendiri dari rumah. Ah senangnya. Apalagi para tukang sayur langgananku selalu berterimakasih karena aku menolak menggunakan tas kresek mereka kalau tidak terpaksa. Pun tas kresek yang terkumpul di rumah kukembalikan pada mereka untuk dipakai kembali. Yang merepotkan justru di Carrefour Daan Mogot di mana aku sering belanja bulanan. Setiap kali lapor ke keamanan di pintu masuk Carrefour, setiap kali itu pula aku harus menjelaskan bahwa:
1. Ini tas aku bawa sendiri dari rumah.
2. Aku gak mau pakai kantong kresek kalau tidak terpaksa, makanya aku bawa tas ini. Sepertinya cuman aku ya yang bawa tas sendiri dari rumah. Karena tak pernah kulihat orang lain yang membawa tas dari rumah, plus petugas yang tampak selalu kebingungan setiap kali melihatku membawa tas tsb. Lebih merepotkan lagi hari minggu kemarin. Setelah menerangkan hal-hal tersebut di atas, petugas tersebut ngotot bahwa aku harus menitipkan tas tsb di tempat penitipan barang. Trus bagaimana aku memasukkan barang belanjaanku?
Jawabnya cukup ajaib : Ibu bawa belanjaan bersama trolinya, lalu ambil tas di penitipan, lalu masukkin barangnya di situ! Astagaa...repot bener! Setelah bersikukuh bahwa itu adalah hakku untuk membawa tas sendiri dari rumah, barulah aku diberi ijin membawa tas tsb masuk :( Tak kuduga, di akhir waktu belanja, ketika kami mau keluar dari Carrefour tsb, ada petugas Carrefour yang menyodorkan kotak plastik (seperti foto di atas). "Ini hadiah dari Carrefour untuk ibu, karena ibu telah memakai Carrefour Green Bag". Wow, what a nice surprise :)
Semoga ke depannya makin banyak masyarakat yang berkenan membawa tas belanja sendiri dari rumah. Bumi kita sudah terlalu sarat dengan sampah plastik. Dan semoga makin banyak pusat perbelanjaan yang mengadakan semacam Green Bag yang berkelanjutan, yang tidak terputus hanya untuk promo dalam jangka waktu tertentu saja.

Sunday, February 5, 2012

Our Pet part two

Piaraan kami lainnya adalah telur keong mas dan kepompong ngengat.

Telur keong Mas yang berwarna putih adalah cangkang telur yang sudah menetas.





Pemandangan yang indah. Satu persatu bayi keong Mas yang berukuran sekitar 1 mm ini meluncur menuju air. Sedari lahir mereka sudah bercangkang, karena sebagai binatang invertebrata Tuhan telah memberikan "rumah" untuk melindunginya.


Makhluk ciptaanNya yang lain yang "mampir" di rumah kami adalah kepompong ngengat, yang kami temukan di dekat pintu. 8 hari kemudian menetas and we have to say good bye...








Bulan Januari yang indah...

Wednesday, February 1, 2012

Our Pet part one

Bulan Januari lalu kami punya tambahan beberapa binatang piaraan, selain tiga kura-kura Brasil kami yg dinamai Sam & Sol (d/h Vanilla & Vanilay :P) dan Chelsea (yang ini baru berumur 3 bulanan).
Sam & Sol, 5 thn
Chelsea, 3 bulan.










Piaraan baru kami yang baru di bulan Januari ini antara lain adalah 8 ekor kecebong.

Lucu sekali, kalau diamati akan terlihat mata dan bibirnya. Mereka kami beri makan pelet kura-kura.







Tak berapa lama mereka pun tumbuh kaki belakangnya, yang awalnya kecil dan belum berfungsi.








Setelah kaki belakangnya menguat, tumbuhlah kaki depannya.







Pelan-pelan ekornya yang tadinya memanjang pun menyusut, dan saatnya kami musti melepaskannya :( satu persatu sesuai kesiapannya sebagai kodok.

Ini adalah jenis kodok pohon, karena ketika kakinya tumbuh lengkap mereka memanjat dinding kandang, dan ketika kami lepas pun mereka melompat ke arah batang dan dedaunan, bukan ke tanah.
Apa sebetulnya perbedaan kodok (frog) dan katak (toad)? Lihat di sini.