Pages

Monday, November 25, 2013

2 Piala Untuk Story Telling Competition

Yang pertama adalah yang diselenggarakan oleh sekolah Donna 20 April 2013 yang lalu. Donna menjadi juara kedua, dengan cerita wajib "Sangkuriang". Aku membuatkan gambar manual sebagai alat bantu peraga (bisa dilihat di sini ).


Yang kedua adalah minggu kemarin, 7 bulan setelah piala yang ada di foto atas, tgl 20 November 2013. Mewakili sekolahnya, Donna meraih juara pertama. Membawakan cerita berjudul "Fox Hunt", karangan Aimee Penley-Martin, yang berusia 13 tahun. Ceritanya begini:
Ada anak namanya Kasey, punya anjing border collie . Dia mau ajak anjingnya jalan-jalan di hutan. Pas itu lagi musim fox hunt. Kalau spring season biasanya ada fox hunt. Walau sudah masuk spring, tapi kali ini masih sangat dingin dan rumput berpucuk es. Ibunya memperingatkan supaya jauh-jauh dari rombongan berburu. Dan benar, ketika sedang berada di hutan, mengamati kilauan tetesan embun di jaring laba-laba, rombongan pemburu terdengar mendekat. Dia tahan anjingnya, tapi anjingnya lepas, lalu dia buru-buru memanjat sebatang pohon dan bersembunyi di situ. Untung sepintas dia lihat si anjing kembali ke tanah pertaniannya. Setelah rombongan pemburu lewat, dia segera menyusul mereka, bukannya balik ke rumah. Karena dia tahu bahwa fox hunt selalu meninggalkan anak-anak rubah yatim piatu. Dia benci sekali hal itu. Dia mengikuti jejak tetesan darah. Sampailah dia di liang si fox, dan benar ada satu fox cub yg bersuara lemah. Lalu dia bawa pulang, sambil dipeluk, buru-buru lari kembali ke rumah. Ibunya kaget melihat dia pulang dalam keadaan pucat kedinginan . Ibunya sebetulnya tidak setuju kalau Kasey bawa pulang fox cub lagi karena tempat sudah sempit. Tapi Kasey berkeras, dan dia pikir kan ada keranjang si kucing untuk tempat si fox cub.

Gambar ilustrasi yang kubuat untuk alat peraga bisa dilihat di sini.

Secara umum kita bisa lihat bahwa cerita Sangkuriang kurang cocok untuk dibawakan sebagai bahan Lomba Bercerita untuk anak-anak karena kisahnya mengenai percintaan, ibu dan anak. Dan karenanya pun Donna kurang bisa menikmatinya.
Beda dengan yang kisah "Fox Hunt" ini. Terasa indah, layaknya cerita untuk anak-anak. Dan Donna pun sangat menikmatinya.

Dan ini rekaman videonya yang dibuat oleh guru Donna:
https://www.youtube.com/watch?v=5Un9DR5BpSA



Thursday, November 7, 2013

Blognya Donna


Sudah sejak beberapa bulan lalu Donna memintaku mengajarinya cara membuat blog. Dia pingin punya blog sendiri. Janji demi janji, terkubur kesibukan ini itu yang tak ada habisnya.
Akhirnya setelah peristiwa aku dirawat di rumah sakit, aku tahu aku tak boleh menunda-nunda lagi. Aku harus bisa memilah mana yg first thing first.
Demikianlah akhirnya dengan segala keterbatasan pengetahuanku aku berhasil membantunya membuat blog sendiri yang lalu segera diisinya dengan penuh semangat. Ini dia blognya : Maria Donna Miranda.



Ketika itu...

Ketika itu aku tiba-tiba nyaris pingsan. Ternyata kadar Hb di dalam darahku tinggal 6 (normalnya paling tidak 12). Sehingga harus opname di rumah sakit untuk proses transfusi. Itu terjadi tgl 15 September 2013 menjelang tengah malam.
Semuanya terasa kacau. Suami terpaksa cuti mendadak. Urusan rumah keteteran karena memang tak ada yang membantu. Suami & anak-anak mengantar ke IGD, sampai jam 2 dini hari. Mereka lelah dan terkantuk-kantuk. Apalagi Liza yang tidak bisa mengetahui apa yang sedang terjadi. Kuminta mereka pulang saja. Jenguk kalau jam bezoek sore saja. Kasihan kalau bolak balik ke rumah sakit. Toh di RS mereka tidak bisa ngapa-ngapain. Jam 5 subuh baru aku dimasukkan ke kamar perawatan. Jadi sebagian perjanjian/surat di RS yang musti ditandatangani, kutandatangani sendiri dengan tangan berjarum infus/transfusi.
Tapi Tuhan kirim malaikatNya :). Ada seorang teman yang berbaik hati mengirimkan macam-macam lauk, dibungkusin satu persatu. Sehingga suamiku tinggal panasin untuk makan anak-anak.

Dan ternyata penyebabnya adalah adanya miom, cukup besar, 8 cm dan 6 cm, di dalam rahimku. Yang menyebabkan di saat menstruasi jumlah darah yang dikeluarkan lebih banyak dari pada seharusnya, sehingga menyebabkan anemia parah :(
Tak ada gejala lain selain itu. Eh iya sama aku mudah mengantuk & lelah. Tidak ada berkunang-kunang atau pusing-pusing, padahal Hb tinggal 6. Entah karena prosesnya yang pelan sehingga aku jadi terbiasa atau karena kebiasaan hidup sehat yg sudah kujalani selama 4 tahunan (raw juice, yoga).
Akhirnya setelah transfusi 4 kantung darah, Hb-ku bisa mencapai Hb minimal, yaitu 10.

Setelah berkonsultasi beberapa obsgyn (dokter langganan, second opinion ke sepupu & teman yg obsgyn), diputuskan bahwa rahim harus diangkat. Musti buru-buru, sebelum keburu mens lagi, takut Hb turun lagi. Karena untuk sebuah operasi besar macam itu, Hb minimal 10.
Lalu tgl 27 September 2013 pagi operasi pun dilaksanakan (setelah cek jantung, darah, paru semua ok). Dipilih hari jumat, agar suami tidak terlalu banyak cuti, dan senin  siang sudah bisa keluar dari RS.
Sebelum diangkat aku "berterimakasih" kepada rahimku, yang telah menemaniku sejak aku ada sebagai manusia, yang telah membantu menjaga kedua putriku sehingga mereka boleh dilahirkan dengan sehat & baik. Saat ini tugasnya sudah selesai. Aku minta maaf karena harus mengakhirinya dengan seperti ini.
Aku harus ditransfusi lagi pasca operasi karena banyak darah keluar pada waktu operasi. Mungkin juga karena Hbku memang pas-pasan. Aku ditransfusi 2 kantung darah dan 2 kantung plasma darah.
Sehabis operasi, ketika setengah tersadar, aku kesakitan. Sungguh sakit operasi ini.

Untuk persiapan operasi kali ini, kami meminta bantuan ibu mertua untuk membantu menjaga anak-anak di rumah. Lumayan lebih "beres" urusan rumah.
Tapi tetap saja anak-anak kurang terurus. Donna sehari setelah aku keluar dari RS akan ada Term Test dari sekolahnya. Untungnya sih dia bisa belajar sendiri. Cuma saja, suasana rumah tidak dibuat mendukung proses belajarnya. Rumahku kecil. Jadi kalau ada suara hiruk pikuk tentu mengganggu proses itu. Oma yang menjaga di rumah suka nonton TV, sinetron jenisnya, dan tentu suaranya tidak pelan (karena pendengaran beliau memang sudah kurang). Padahal di saat yang sama, Liza juga menyetel lagu-lagunya (ini memang hobi dia, dan lagi karena dia gak ada "kerjaan"). Jadi rumah kecilku hingar bingar.
Dan Liza, batuk parah. Dia memang punya bakat batuk alergi. Waktu itu pengobatan belum selesai, plus dinebulizer, keburu Mamanya opname di RS. Aku keluar RS lanjut lagi tp keputus lagi waktu aku masuk RS lagi. Sedih sekali melihatnya seperti itu. Orang lain tak bisa menanganinya untuk menebulizer dia, karena Liza menolak keras kalau bukan Mamanya.

Kesemuanya itu bisa beres akhirnya. Setelah selesai operasi, di mana aku harus istirahat penuh, aku bisa menebulizer Liza. Dan dengan dibantu healer sahabat kami, akhirnya Liza pun sembuh total batuknya. Hasil Term Test Donna juga termasuk bagus, kecuali untuk bahasa Mandarin. Hahaha gak apalah, wong itu bahasa yang gak pernah terpakai di rumahku ini. Terlalu asing. Hasil ini makin menunjukkan kemandiriannya.
Hari-hari di mana aku masih harus banyak istirahat sepulang dari RS ini aku pun dibantu para malaikatNya (ibu mertua sudah kembali ke Jogja). Temanku yang waktu itu mengirimkan lauk untuk anak-anakku kembali melakukannya, buanyak sekali, cukup sampai aku bisa kembali memasak untuk anak-anak. Dan adik iparku berkenan menjemput Donna dari sekolahnya (kalau berangkat memang diantar suamiku sekalian ngantor).
Bersyukur sungguh dengan bantuan-bantuan itu.
Dan setelah kurenungkan, dalam sebulan sakit kemarin itu, aku juga telah ditolong orang lain yang aku tidak tahu siapa, yang jelas berhati malaikat dengan menyumbangkan darahnya ke PMI. Total 6 kantung darah dan 2 kantung plasma yang kupakai. Padahal dalam setahun maksimal seseorang hanya dapat menyumbangkan 4 kantung darah. Aku "berhutang darah". Untunglah suamiku rajin berdonor.

Banyak hikmah dari kisah sakitku ini. Aku jadi punya banyak waktu untuk lebih "melihat ke dalam". Punya waktu untuk membaca (yang kurindukan sangat), walau karena kondisi yang masih lemah aku suka jatuh tertidur dengan buku masih di tangan.
Bahwa Tuhan sebenarnya selalu ada di sisiku dan menolongku, walau aku sering menyakitiNya dan sering bersikap skeptis padaNya.
Dan bahwa manusia tak bisa hidup tanpa pertolongan sesamanya.

Ketika itu...memang waktuku untuk lebih banyak merenung. Terimakasih atas kesempatan ini ya Tuhan.

Saturday, September 14, 2013

Homeschool? Sosialisasinya Bagaimana?

Kebetulan ada postingan dari teman Homeschooler Adelien Tandian mengenai isu yang paling sering ditanyakan : SOSIALISASI. Dan keluar juga unek-unekku mengenai kebosananku dengan pertanyaan yang itu- itu saja.
Beginilah tanggapanku:
Sosialisasi adalah hal yg paling sering ditanyakan orang, ketika tahu aku memilih home education. Apa dipikirnya kalau anak di sekolah berarti bersosialisasi? Hah yg bener aja!. Kalau di ruang kelas bolehkah anak2 ngobrol bebas? jawabannya: TIDAK. Anak di suruh duduk diam mendengarkan, tidak boleh berisik. Kalau jam istirahat/jam makan bisakah ngobrol leluasa? jawabannya juga:TIDAK. Karena kalau ngobrol tidak sempat menghabiskan makanan dengan sempitnya waktu yg diberikan. Jadi cuma bisa memilih ngobrol atau makan. Pulang sekolah juga musti buru2 pulang karena ditunggu tugas dan peer segudang.Kalau ada peristiwa penting keluarga (misal kematian) pun kadang sulit untuk hadir. Karena apa? Besok ada ujian, besok sekolah, dsb yg berhubungan dgn sekolah.Jadi kenapa masih nanya itu mulu? Mari kita luruskan: sekolah tidak ada hubungannya dengan sosialisasi. Titik. Sekolah dan sosialisasi adalah dua hal yg berbeda.

 Thanks to Adelien for this link : Homeschooling and the S-Word (Socialization).

Wednesday, September 4, 2013

She's Joining Dino 101: Dinosaur Paleobiology

Yes, my 9 yo girl is joining this online course from University of Alberta today, by Philip John Currie, PhD, Betsy Kruk. And she's so exciting. 
This is her second online course after the Archaeology


Friday, August 23, 2013

Statement of Accomplishment for Donna

Inilah hasil kerja keras Donna belajar di Coursera.org, mengambil Archaelogy .

Memang tidak dapat level grade "With Distinction" karena terlewat 3 kali quiz dan 3 assignment. 2 quiz & 2 assignment yang pertama terlewat karena kami baru tahu ketika perkuliahan online sudah berjalan lebih dari 2 minggu. Dan 1 quiz berikut 1 assignment lagi terlewatkan karena konsentrasi Donna terpecah ketika dia mengambil macam-macam perkuliahan online lainnya secara bersamaan, sehingga lupa kapan dead linenya. Euforia merasakan kebebasan pembelajaran dengan model yang berbeda membuatnya jadi ingin mengisi seluruh hari-harinya dengan model pembelajaran seperti itu.

Begitulah. Akhirnya Donna juga dapat pembelajaran : jangan serakah, karena waktu yang kita punyai juga terbatas. Apalagi karena dia masih sekolah, tentu masih harus mengerjakan PR dan project dari sekolah.
Dan dia pun mulai mengatur agar tidak ada lebih dari satu macam dalam satu waktu pengambilan.
Sebagai ibunya aku sangat bangga dan senang atas pencapaian ini. Aku makin mantap dengan pilihan kami untuk meng-home educate Donna nanti selepas SD, sesuai dengan keinginannya juga. Sekarang dia kelas 5 SD.

Kenapa aku baru akan meng-home educate Donna nanti selepas SD? Karena home education Liza yang lebih mirip terapilah masalahnya. Harus one on one, tidak bisa sambil mengerjakan hal lainnya (misal sambil mengajari atau memeriksa kerjaan Donna). Jadi mau tak mau aku lebih mengharap Donna mandiri. Dan di usianya yang ke-9 tahun inilah sangat terlihat kemandiriannya dalam belajar.
Tentu sebagai seorang anak, Donna tetaplah memerlukan bimbingan penuh dari orang tuanya.

Tuesday, July 23, 2013

Statement of Accomplishment


Senang & bangga ketika "menerima sertifikat" ini. Ini adalah hasil belajar online dari:

Introduction to Art: Concepts & Techniques 

Masih agak lebay, maklum sertifikat pertama :D
Dan masih terbayang sambil terkantuk-kantuk belajar lewat videonya, terburu-buru mengerjakan quiz dan apalagi assignmentnya. Memang tidak mudah untukku agar bisa menyediakan waktu khusus untuk mempelajarinya. Waktu yg tersisa kebanyakan adalah malam hari, di mana tubuh sudah sangat lelah. Mata sepet kepingin merem, otak sudah memerintahkan untuk tidur, tapi keinginan hati menyelesaikan proses pembelajaran ini. Dan karena assignment musti di share lewat foto, aku harus berusaha mengerjakannya pagi atau siang hari, agar bisa difoto dengan baik. Jadilah benar-benar dikerjakan di sela-sela cuilan waktu lowong, berkejar-kejaran dengan tugas sehari-hari. Sering aku tertidur di malam hari dengan ide assignment untuk keesokan harinya, jadilah aku tidak merasa tidur, tapi merasakan sedang mengerjakannya. Dan ketika bangun subuh keesokan harinya agak bengong karena tidak ada hasil apapun dari "hasil kerja semalaman" ini hahaha

Tapi secara keseluruhan aku senang sekali. Ada juga rasa ketagihan belajar hal menarik lainnya. Hanya saja waktu  yg tersedia makin sempit, karena "berebutan" komputer dengan Donna, yang juga sedang antusias menyelesaikan kursus onlinenya. Metode belajar seperti ini aku suka, karena  kita tak perlu keluar rumah, yang berarti menghemat waktu dan ongkos, mengurangi polusi udara dari kendaraan yang kita pakai (apalagi jalanan sekarang macetnya sudah tak tertahankan lagi). Di samping itu kita bisa menyesuaikan dengan sikon kita, kapan bisa belajar dan kapan bisa mengerjakan hal lainnya, bahkan bisa dilakukan bersamaan, sambil tetap "berseragam rumahan" :D


Thursday, July 4, 2013

Donna pun Ikut Belajar lewat Coursera

Ketika aku melihat ini di Coursera:

Archaeology's Dirty Little Secrets 
by Sue Alcock

aku langsung memberitahu Donna, karena aku tahu dia suka dengan Ancient Life (terutama Ancient Egypt).
Setelah melihat potongan videonya, dia sangat tertarik. Sayang kuliah sudah berlangsung 2 minggu, quiz dan assignment pun sudah terlewat untuk unit 1 dan unit 2. Kuliah ini totalnya makan waktu 8 minggu.
Kutanya, mau ikutan? Dan Donna ternyata mau.

Setelah kubuatkan alamat email sendiri untuk sign in (supaya nanti di sertifikatnya tertulis nama Donna sendiri, bukan namaku, dan itu yang Donna mau), awalnya aku bimbing untuk mulai membaca dan melihat video kuliahnya.
Dia suka sekali gaya mengajar dosennya, Prof Sue Alcock, yang lucu dan sangat mudah dimengerti.
Lalu dia pun mulai mengerjakan quiznya sendiri. Awalnya nilainya pas-pasan. Tapi karena quiz boleh diulang sampai kita bisa dapat nilai maksimal (selama belum melewati deadline) maka Donna pun mengulanginya sampai maksimal. Ini dimaksudkan agar pada hal yang kita belum atau kurang mengerti kita masih bisa mempelajarinya lalu menjawabnya. Semua itu dia lakukan dengan senang hati, tanpa ada yang menyuruh.

Di bagian assignment, Donna masih perlu bimbingan untuk mengerjakannya. Tapi secara keseluruhan itu bisa dibilang hasil kerja kerasnya sendiri. Aku hanya membantu memperjelas tugas, lalu memberi input bagaimana hasil kerjanya disusun untuk bisa difoto dengan baik lalu di upload ke Coursera. Dan terakhir memeriksa statement yang Donna buat untuk assignment tersebut (karena musti berisi 400- 750 kata dalam bahasa Inggris).


Demikianlah, dan cara belajar mandiri seperti ini ternyata membuatnya kecanduan. Tanpa sepengetahuanku Donna enroll macam-macam kuliah lainnya. Gubraks....

Wednesday, June 19, 2013

Belajar Lagi secara Online dan Gratis di Coursera

Sudah sejak awal bulan Juni 2013 aku mengikuti kuliah gratis di Coursera.
Sudah beberapa lama sebetulnya aku tahu teman-temanku banyak yang mengikuti kuliah di Coursera ini, dengan macam-macam pilihan bidang studi. Berhubung kesibukan ini dan itu, dan (sepertinya ini yang paling berperan) kebetulan belum ada bidang yang bisa menggeser prioritas yang lain, aku tidak berusaha mati hidup (lebay ini sih) untuk mengambil salah satu dari jurusan-jurusan itu.
Baru ketika temanku Mieke Nurmalasari  memberi link ini , terbelalak mataku. Kenapakah? Karena ini tentang :

Introduction to Art: Concepts & Techniques 
by Anna Divinsky

Kubuka link dan mencoba jalan-jalan, dan wooow tambah kepincut!. Walau kuliah sudah berjalan hampir satu minggu sebelumnya, dengan semangat luar biasa kuusahakan mengejarnya. Ngelembur nonton videonya, sambil terkantuk-kantuk karena nontonnya bisanya tengah malam dengan tenaga yang nyaris tak bersisa. Tapi tetap semangaat! Dan sekarang sudah memasuki perkuliahan minggu keempat dari total jatah tujuh minggu.

Baru kali ini, aku, yang kini menyatakan diri sebagai seniman, belajar seni secara "sekolahan". Dari belajar tekniknya hingga sejarahnya. Perkuliahan selain diisi tugas menonton video, mambaca literatur yang diberikan, quiz juga ada tugas/assignment. 

Sebetulnya selain memang keinginan diri untuk tak henti belajar, aku juga ingin memberikan "pemandangan" untuk Donna, bahwa ada cara kuliah seru seperti ini, dan bahwa sampai setua ini pun Mamanya masih belajar dan belajar terus.
Belajar adalah proses yang kita alami selama hayat dikandung badan.

Sunday, June 2, 2013

Terlalu Capek

Yah itulah yang terjadi ketika bulan lalu Donna mengikuti in house concert di tempat sekolah pianonya, di panggung dia tiba-tiba lupa semua not lagu yang sudah lancar dan hafal dimainkannya. Dia kembali ke bangku dan menangis sejadi-jadinya.
Sudah sejak bulan April dia sibuk sekali. Mempersiapkan macam-macam kegiatan yang ingin diikutinya. Dari lomba story telling, di mana dia dapat juara 2, lalu menjadi Master of Ceremony bersama teman-temannya di @america, lalu in house concert, persiapan kompetisi piano bulan Juli, persiapan Year End Performance sekolah...Semua itu memerlukan persiapan dan latihan tersendiri dan makan waktu.
Bahkan dia sempat jatuh sakit sebelum konser tsb, panas tinggi, sampai tak bisa masuk sekolah 3 hari.

Tapi semua itu jadi ada hikmahnya. Donna bersedia mengurangi dan memilih kegiatan mana yang benar-benar tak bisa ditinggalkan. Karena, sebelumnya, kalau kutegor untuk mengurangi, yang ada adalah kemarahannya. Dia sangka aku tak menginginkan dia senang. 
Yah, blessings in disguise...


Ini waktu jadi juara 2 Story Telling Competition dengan membawakan cerita "Sangkuriang".
Ilustrasi untuk cerita "Sangkuriang" bisa dilihat di sini.






Friday, April 19, 2013

Jatuh Cinta pada Compost Art

Sudah beberapa bulan ini aku jatuh cinta dengan yang namanya Compost Art. Apa itu Compost Art?
Temanku, Ines Setiawan, adalah yang pertama kali menciptakannya, lalu menyebarkannya via Facebook.
Ini adalah kegiatan  merangkai calon kompos, alias calon sampah menjadi suatu bentuk karya seni. Sampah itu bisa saja berasal dari dapur macam kulit buah atau  potongan sayur yang tak terpakai, atau bisa juga berasal dari kebun. Hanya dirangkai & disusun saja, tanpa lem apalagi pengawet. Karena tujuannya adalah memilah sampah untuk dijadikan kompos, namun si sampah diberikan kesempatan mejeng sejenak dan diabadikan lewat foto, baru menuju pembuangan/komposter.

Ternyata kegiatan ini membuat diriku kecanduan. Bagaimana tidak, materialnya gratis, non toxic, dan tidak memerlukan waktu lama, tak memerlukan tempat penyimpanan. Aku dan beberapa teman aktif mengunggahnya ke Facebook. Dan demikianlah bola salju menggelinding, makin banyak yang tertarik ikutan. Dan tgl 13 April 2013 kemarin kami diundang oleh Green Building Council Indonesia untuk ikut dalam acara mereka di Jakarta Convention Center. Maka itulah pertama kali kami "go public" secara lebih "resmi" lewat acara Compost Art exhibition & workshop.

Salah satu karyaku adalah :
Yang lainnya bisa dilihat di sini, dengan kategori Compost Art


Saturday, January 5, 2013

Frankenstein


Awal tahun ini Donna membaca cerita berjudul "Frankenstein" dari serial Classics Starts. Dia ketakutan setelah selesai membacanya, dipenuhi bayangannya sendiri tentang si monster.
Penasaran, aku ikutan baca. Yang ada di bayanganku awalnya hanya ini : makhluk hasil reka cipta ilmuwan bernama Victor Frankenstein, yg kejam dan mengerikan. Itu yang kudapat dari filem-filem jaman aku anak-anak, khas budaya pop hollywood yang enteng.
Setelah selesai membacanya aku ajak Donna berdiskusi. Yang ada di kepalaku sekarang adalah makhluk rekaan yang bukan atas kemauannya diciptakan dengan keadaan fisik yang sangat mengerikan, sehingga semua orang takut dan menghindarinya, betapapun sang monster telah berusaha berbuat baik. Sang monster menjadi sangat kesepian. Aku menjadi iba padanya karena keadaan yang menimpanya. Bahwa kemudian sang monster berbuat kejam, itu karena memang keadaan yang memaksanya, hanya itu yang dia tahu dan bisa perbuat untuk mencoba mengubah nasibnya.
Kata Donna : Aku tahu, tp aku tetap takut, membayangkan monster yang tersusun dari potongan-potongan mayat.
Yah ketakutan yang wajar.
Setelah membacanya aku jadi merenung, berapa banyak kita juga telah "menghindari" seseorang karena tampangnya yang "kurang layak" menurut ukuran kita, walaupun hatinya baik.
Padahal di sisi lain banyak juga yang berwajah malaikat tapi malah berhati kejam.
Kita masih suka terpesona oleh "bungkus luar" saja.
Yah tapi kalau di kehidupan nyata aku tiba-tiba bertemu monster ciptaan Frankenstein ini aku juga akan lari ketakutan :D :D